Selasa 14 Sep 2021 06:35 WIB

11 Mitos Medis Terkait Migrain

Migrain dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari penderitanya.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Migrain dua kali lebih berisiko menyerang perempuan daripada pria.
Foto: Rendra/Republika
Migrain dua kali lebih berisiko menyerang perempuan daripada pria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain tidak nyaman dan menyakitkan, migrain bisa secara signifikan memengaruhi kehidupan sehari-hari. Gejala utama yang dialami pasien migrain adalah sakit kepala sedang hingga parah, dan 85 persen mengalami rasa sakit yang berdenyut.

Untuk sekitar 60 persen orang, rasa sakitnya hanya satu sisi. Sebanyak 80 persen orang mengalami mual dan 30 persen muntah.  Selain itu, hampir semua orang dengan migrain mengalami peningkatan kepekaan terhadap cahaya (90 persen) dan suara (80 persen).

Baca Juga

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), migrain dua kali lebih berisiko menyerang perempuan daripada pria. Selain deretan fakta tersebut, ada berbagai mitos medis yang terkait dengan migrain, dikutip dari laman Medical News Today, Selasa (14/9).

1. Migrain tidak serius

Dokter spesialis penanganan nyeri Medhat Mikhael menyebut ini mitos, sebab tidak semua jenis migrain masuk kategori tidak serius. "Migrain bisa menjadi kronis, terkadang melemahkan dan melumpuhkan jika tidak diobati secara memadai," ungkap Mikhael.

Direktur medis program nonoperatif Spine Health Center itu mencontohkan jenis migrain bernama hemiplegia. Meski sangat jarang, hanya terjadi pada sekitar 0,01 persen populasi, migrain hemiplegia menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan signifikan di satu sisi tubuh.

2. Migrain bisa dihalau selamanya dengan diet

"Diet migrain" diklaim dapat membuat migrain tidak lagi kambuh, tetapi tidak semuanya efektif atau terbukti. Mikhael mengatakan makan sehat dapat mencegah pemicunya, tapi ada faktor lain.

"Diet migrain tidak dapat mengatasi kurang tidur, stres, atau perubahan hormonal," ujarnya.

3. Obat sakit kepala selalu manjur

Saat ini, belum ada obat khusus untuk menyembuhkan migrain. Akan tetapi, obat-obatan untuk sakit kepala dapat membantu.

"Istilah yang benar bukan penyembuhan, tetapi pengendalian gejala. Pencegahan migrain adalah istilah yang lebih tepat," kata Mikhael.

4. Diagnosis migrain hanya bisa dengan pencitraan

Berdasarkan keterangan Mikhael, ini hanya mitos. Diagnosis klinis migrain tidak memerlukan pemeriksaan pencitraan. Tes pencitraan hanya diindikasikan jika gejalanya tidak jelas atau ada gejala neurologis atau tanda peringatan lain.

5. Ibu hamil tidak boleh minum obat saat migrain

Menurut Mikhael, obat seperti triptan dan acetaminophen relatif aman selama kehamilan, terutama setelah trimester pertama. Dia menyarankan untuk menghindari obat antikejang karena risiko menghentikan kehamilan atau menghasilkan malformasi kongenital.

6. Tidak ada obat yang bisa membantu

Pernyataan ini juga mitos, meski belum ada obat khusus migrain. Pakar neurologi pediatrik dan dewasa, Jennifer McVige, menyebutkan beberapa obat yang dapat meredakan migrain, yaitu analgesik yang dijual bebas (OTC), triptan, dan calcitonin gene receptor peptide (CGRP).

Ada pula gepants, obat antidepresan, obat antikejang, dan beta-blocker. Pilihan nonfarmasi yang efektif juga tersedia.

"Hal terpenting yang dapat dilakukan siapapun untuk menghindari pemicu migrain adalah mengatur gaya hidup sehat," tuturnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement