REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) menjadi salah satu lembaga yang terlibat dalam peluncuran Platform Multi Stakeholder Collective Leadership Specialist Indonesia (CLSI). Platform ini, memfasilitasi keterlibatan diaspora dalam visi Indonesia 2030.
Selain itu, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Upar telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan GIZ Indonesia. Menurut Wakil Ketua Pelaksana Dialog Multipihak sekaligus dosen Hubungan Internasional (HI) Upar, Anggia Valerisha, salah satu poin kerja sama tersebut adalah GIZ mendukung pendirian Pusat Studi Diaspora di lingkungan Upar.
Menurut dia, terbentuknya platform itu merupakan langkah konkret dari bertemunya para giat isu diaspora Indonesia dari berbagai kalangan. Seperti perwakilan Kantor Staf Presiden Republik Indonesia (KSP), Unpar, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Indonesian Diaspora Network Global (IDN-G), Diaspora Connect, Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Prakarsa, dan GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit) Indonesia.
"Platform ini merupakan hasil dari pelatihan kepemimpinan selama 6 bulan yang didukung oleh Program Migrasi & Diaspora GIZ Indonesia, mengenai tata kelola migrasi serta isu-isu diaspora oleh Collective Leadership Institute (CLI) yang berbasis di Jerman," ujar Anggia, dalam keterangan tertulisnya, Senin (11/10).
Anggia mengatakan, sejak awal digagasnya kegiatan ini, Unpar berinisiatif untuk berperan sebagai host kegiatan dengan didukung oleh Program Migration and Diaspora (PMD), dan lembaga pembangunan Pemerintah Jerman untuk Kerja Sama Pembangunan Internasional atau GIZ Indonesia.
Menurutnya, platform tersebut lahir dari hasil pelatihan selama kurang lebih 6 bulan, sejak Februari 2021. GIZ Indonesia bekerja sama dengan CLI Jerman menyelenggarakan kursus pelatihan kepemimpinan kolektif kepada aktor-aktor terkait di bidang Tata Kelola MIgrasi dan Diaspora.
Pelatihan ini, kata dia, terdiri dari tiga modul yang disesuaikan dengan kekuatan dan kebutuhan sistem pemangku kepentingan Indonesia yang relevan dan akan menggabungkan pembelajaran dari pekerjaan yang sedang berlangsung dalam isu diaspora.
“Ketiga modul kepemimpinan tersebut bertujuan untuk memperkuat kapasitas dialog dan aksi seputar kebijakan migrasi dan diaspora," katanya.
Selain itu, kata dia, para peserta pelatihan dilengkapi dengan seperangkat alat kepemimpinan profesional, kapasitas keterlibatan pemangku kepentingan, dan keterampilan fasilitasi dialog untuk pengaturan multi-pemangku kepentingan (multi-stakeholders dialog).
Menurutnya, Unpar melihat bahwa keterlibatan diaspora Indonesia sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional Indonesia ke depan. Pembangunan nasional perlu didukung dengan sumber daya manusia yang mumpuni dan untuk mencapai target sesuai visi pemerintah, peran dan kontribusi diaspora diperlukan dalam berbagai bentuk.
Anggia menilai, peringatan 100 tahun Indonesia Emas di tahun 2045 menjadi momentum penting bagi Indonesia. Apalagi dengan bonus demografis yang akan terjadi nanti. Maka, pihaknya berpikir, tahun 2030 menjadi tahun penting untuk menata dan mengelola Diaspora Indonesia. Apalagi di tahun tersebut juga terdapat target-target SDGs yang perlu dicapai.
“Unpar akan terus menjadi bagian dalam platform dialog multi-pihak ini dan mendukung proses pembangunan ekosistem kolaborasi khususnya untuk saat ini adalah pada isu diaspora,” kata Anggia.