Selasa 23 Nov 2021 07:13 WIB

Bahasa Indonesia dan Tenaga Kesehatan

Beberapa istilah terkait profesi ini masih banyak salah kaprah pemakaiannya.

Tenaga kesehatan menyiapkan vaksin Covid-19 untuk disuntikan kepada warga di GOR Kampung Makasar, Jakarta,  Jumat (12/11).
Foto: Republika
Tenaga kesehatan menyiapkan vaksin Covid-19 untuk disuntikan kepada warga di GOR Kampung Makasar, Jakarta, Jumat (12/11).

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Ahmad Bahtiar

(Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan, pemanfaatan ilmu pengetahuan, dan teknologi modern. Berkenaan dengan itu, bahasa Indonesia mengakomodasi berbagai profesi untuk sebutan dan berbagai istilahnya. Salah satu profesi dikenal dan sangat akrab di masyarakat adalah tenaga atau profesi kesehatan. Di masyarakat, beberapa istilah terkait profesi ini masih banyak salah kaprah pemakaiannya. 

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan salah kaprah berarti kesalahan yang umum sehingga orang tidak bisa merasakan sebagai kesalahan, atau dengan kata lain kesalahan yang tidak disadari pemakai bahasa karena pemakai mengikuti kebiasaan yang salah dan kebisaan itu tidak pernah diperbaiki. Kesalahan tersebut meskipun kecil atau harus segera diperbaiki atau tidak dipergunakan lagi agar kesalahan tersebut tidak menjadi kekal.

Salah satu kesalahan dalam penulisan singkatan dalam profesi ini adalah singkatan dokter. Dalam Pedomaan Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang menggantikan EJaan yang Disempurnakn (EYD), dokter disingkat menjadi dr. Dengan  huruf d. tidak kapital.

Singkatan itu sering tertukar dengan doktor (Dr.) gelar strata tiga dalam pendidikan tinggi. Bahkan, ada yang menulis dokter dengan DR.

Permasalahan lain terkait ini adalah penulisan dokter (dr.) yang ditulis pada awal kalimat. Misalnya, Dr. Dewi pulang dari rumah sakit. Dalam aturan, huruf kapital digunakan dalam penulisan awal kalimat tetapi dalam kalimat itu dokter ditulis dengan kapital sehingga maknanya dapat ditafsirkan sebagai Dr. (strata 3) bukan bukan tenaga kesehatan (dr.). Untuk kasus seperti, hendaknya penulisan dokter itu tidak disingkat agar tidak terjadi kekeliruan dalam memaknai, tetapi ditulis lengkap. Jadinya, Dokter Dewi pulang dari rumah sakit.

Profesi lainnya ialah perawat atau mitra dokter. Untuk perempuan biasanya dipanggil suster, berasal kata “zuster” dari bahasa Belanda yang sama dengan “sister” dalam bahasa Inggris. Sebutan itu karena pada masa kolonial Belada, mereka berasal dari biara Katolik yang kemudian melakukan pelayanan di rumah sakit.

Istilah itu dianggap kurang pas, karena profesi itu menjadi identik dengan perempuan, padahal banyak juga perawat yang laki-laki. Istilah itu masih melekat dan masih dipakai pada saat ini. Karena itu, istilah itu akan digantikan Ners (Ns). Yang dari bahasa Inggris Nurse. Mereka yang berprofesi tentunya harus lulus pendidikan perawatan baik vokasi maupun strata 1. 

Sebutan lainnya ialah mantri. Dalam KBBI, terdapat dua arti kata mantri. Pertama, nama pangkat atau jabatan tertentu untuk melaksanakan atau tugas (keahlian) khusus; juru.

Kedua, juru rawat kepala (biasanya laki-laki); pembantu dokter. Di beberapa tempat, terutama di desa-desa kata mantri masih dikenal saat sekarang. Sebelum banyak rumah sakit dan dokter, biasa masyarakat datang ke mantri ketika mereka sakit.

Kalau melihat arti yang pertama, tentunya istilah itu tidak pas. Biasanya sebutan mantri dilekatkan dengan bidangnya seperti mantri cacar, mantri garam, mantri hewan, mantri kesehatan, mantri polisi, dan mantri pasar. Arti kedua, mungkin dapat dipakai untuk  perawat yang laki-laki. 

Profesi apoteker sering disalahucapkan dengan sebutan apotiker. Untuk menghindari kesalahan penggunaan, hendaknya dilihat bentuk dasarnya, yaitu apotek. Karena itu, untuk profesinya harusnya adalah apoteker. Seperti halnya praktik, bukan praktek karena bentuk kegiatannya praktikum. Begitu pula atlit, bukan atlet karena cabang olah raganya adalah atletik. 

Profesi-profesi yang tersebut diatur UU no. 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan dalam UU itu mencakup, tenaga medis; tenaga psikologi klinis; tenaga keperawatan; tenaga kebidanan; tenaga kefarmasian; tenaga kesehatan masyarakat; tenaga kesehatan lingkungan; tenaga gizi; tenaga keterapian fisik; tenaga keteknisian medis; tenaga teknik biomedika; tenaga kesehatan tradisional; dan tenaga kesehatan lain.

Tenaga medis terkait UU itu ialah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter spesialis gigi. Dengan demikian, tidak semua tenaga kesehatan seperti profesi yang disebut UU tersebut dapat disebut tenaga medis. Segala tindakan medis seperti pemeriksaan fisik, meresepkan obat, dan  tindakan operasi, hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis. Namun demikian, karena kondisi geografis dan ketersediaan tenaga medis di Indonesia, ada beberapa tindakan yang seharusnya dilakukan oleh tenaga medis tetapi dilakukan oleh tenaga kesehatan lain. Hal itu tentunya dengan syarat-syarat dan batasan tertentu.

Demikian, beberapa kesalahkaprahan terkait tenaga atau profesi kesehatan. Meskipun buat sebagian orang, hal tersebut bukan permasalahan besar, sedikit apa pun kesalahannya kita harus memperbaiki dan tidak terus menggunakannya. Bahasa Indonesia tidak hanya identitas pemakainya, tetapi juga bangsa Indonesia. Sebagai upaya menjunjung bahasa Indonesia kita harus menggunakan bahasa Indonesia yang benar, bahasa yang sesuai kaidah agar bahasa Indonesia bermartabat dan makin dicintai pemakainya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement