Selasa 21 Dec 2021 16:57 WIB

Kelola Stres Bantu Lindungi Diri dari Covid-19

Pandemi Covid-19 memicu peningkatan stres bagi sebagian masyarakat.

Pandemi Covid-19 memicu peningkatan stres bagi sebagian masyarakat (Foto: ilustrasi stres)
Foto: Pixabay
Pandemi Covid-19 memicu peningkatan stres bagi sebagian masyarakat (Foto: ilustrasi stres)

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Adysha Citra Ramadani, Desy Susilawati

Baca Juga

Pandemi Covid-19 telah memicu peningkatan stres di tengah masyarakat. Ironisnya, stres juga turut meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi di saluran pernapasan.

Di Amerika Serikat misalnya, sebuah survei menunjukkan bahwa 55 persen dari populasi umum merasakan stres mereka meningkat di masa pandemi. Mahasiswa dari berbagai negara juga melaporkan peningkatan depresi dan kecemasan terkait pandemi.

Stres tak hanya berkenaan dengan masalah kesehatan mental. Beragam studi berhasil menemukan bahwa stres juga memicu perubahan yang merusak pada sistem imun manusia dan hewan.

Alasan mengapa stres dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap sakit adalah inflamasi. Ketika stres tinggi terjadi dalam waktu lama, hormon di dalam tubuh akan menjadi tidak seimbang hingga memicu terjadinya peningkatan inflamasi di atas normal dan masalah kesehatan.

Beragam masalah kesehatan yang dapat meningkatkan risiko Covid-19 berat dan perawatan di rumah sakit juga berkaitan dengan tingkat stres dan inflamasi yang tinggi. Sebagian masalah kesehatan tersebut adalah penyakit jantung, diabetes, dan obesitas.

Terkait hal ini, ilmuwan psikologi Sheldon Cohen dan tim melakukan beragam studi terhadap orang sehat yang terpapar infeksi saluran pernapasan atas. Dalam studi ini, tim peneliti menaruh droplet berisi virus yang diletakkan langsung di hidung para partisipan.

Para partisipan lalu dikarantina di sebuah hotel. Peneliti juga memantau secara ketat untuk melihat partisipan mana yang jatuh sakit dan tetap sehat.

Dari studi ini, tim peneliti menemukan bahwa salah satu faktor terpenting yang dapat menjadi prediktor apakah partisipan akan jatuh sakit atau tetap sehat adalah stres psikologis berkepanjangan. Partisipan yang mengalami stres psikologis selama enam bulan hingga dua tahun berisiko tiga kali lipat untuk jatuh sakit akibat infeksi dibandingkan partisipan yang tidak stres.

Studi ini juga menyoroti hal penting lain yaitu mengenai masih adanya harapan untuk tidak jatuh sakit meski sebuah virus sudah diletakkan langsung di hidung. Faktanya, sepertiga partisipan dalam studi ini tampak kebal terhadap virus-virus yang biasanya memicu sakit yang cukup berat, seperti virus pilek, virus flu, dan virus corona.

Seperti dilansir The Conversation, Selasa (21/12), Cohen mengatakan, virus corona mungkin tidak diteliti sebanyak pilek dan flu. Akan tetapi, beberapa faktor yang dapat melindungi tubuh dari pilek atau flu kemungkinan tetap relevan dalam kasus Covid-19.

Sebagian dari faktor pelindung tersebut adalah merasa terhubung secara sosial, merasa didukung, dan tidur yang cukup di malam hari. Berdasarkan beberapa studi, faktor lain yang juga dapat memberikan perlindungan dari penyakit adalah tingkat stres yang lebih rendah serta emosi positif yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, pengelolaan stres merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius. Ada beberapa hal yang bisa membantu mengelola stres, seperti terhubung secara sosial meski hanya virtual, fokus pada apa yang bisa dilakukan, meluangkan waktu untuk melakukan hal yang membahagiakan, istirahat, dan memprioritaskan tidur serta olahraga.

Mengingat pandemi Covid-19 masih berlangsung, tentu pengelolaan stres saja tidak cukup untuk mencegah Covid-19. Beberapa hal lain yang juga perlu dilakukan adalah menggunakan masker, vaksinasi, mencuci tangan secara rutin, dan jaga jarak fisik. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement