REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CoronaVac, vaksin Covid-19 yang diproduksi oleh Sinovac Biotech, China telah masuk dalam Daftar Penggunaan Darurat (EUL) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 1 Juni 2021. WHO menyebut, vaksin Sinovac memenuhi "standar internasional untuk keamanan, kemanjuran, dan pembuatan".
"Kita sangat membutuhkan banyak vaksin Covid-19 untuk mengatasi ketimpangan akses yang sangat besar di seluruh dunia," kata Dr Mariângela Simão, Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Akses ke Produk Kesehatan, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Health Digest, Rabu (12/1/2022).
WHO telah merekomendasikan vaksin Sinovac untuk orang dewasa berusia 18 tahun ke atas. Pemberiannya dilakukan sebanyak dua dosis dengan jarak dua sampai empat pekan antara dosis pertama dan kedua.
Seperti vaksin lainnya, CoronaVac hadir dengan potensi efek samping. Menurut data uji klinis Fase 1 dan 2 yang diterbitkan pada Februari 2021, efek samping yang paling umum adalah nyeri di tempat suntikan, menurut The Lancet.
Uji coba fase 1 memeriksa 144 peserta dan uji coba fase 2 dengan 600 peserta. Sebanyak 743 peserta diberikan setidaknya satu dosis vaksin Sinovac selama masa percobaan.
Efek samping umum lainnya termasuk kelelahan, diare, dan nyeri otot. Namun, efek tersebut cenderung ringan dan berlangsung tidak lebih dari dua hari.
Lancet juga melaporkan bahwa "dibandingkan dengan kandidat vaksin Covid-19 lainnya, seperti vaksin vektor virus atau vaksin DNA / RNA, terjadinya demam setelah vaksinasi dengan CoronaVac relatif rendah. Namun, penelitian ini hanya mencakup "orang dewasa yang sehat" dan tidak termasuk peserta berusia di atas 60 tahun atau yang mengalami gangguan kekebalan.
Menurut Healthline, ada satu kasus dalam uji coba fase 1 yang melibatkan penerima mendapatkan reaksi alergi kulit dengan bekas. Tapi jika segera diobati dengan antihistamin dan steroid maka keluhan itu akan bisa cepat diselesaikan.
Vaksin Sinovac dosis ketiga
Pada Desember 2021, laporan Forbes menyatakan, Sinovac Biotech mengklaim bahwa dosis ketiga vaksinnya akan efektif 94 persen terhadap varian omicron. Pernyataan itu muncul tidak lama setelah studi Hong Kong University menemukan bahwa dua dosis pertama vaksin Sinovac tidak menghasilkan antibodi yang cukup untuk melawan varian baru tersebut secara efektif.
"Kami percaya ini menandakan bahwa efektivitas vaksin akan turun terhadap varian omicron," kata Kelvin To, seorang profesor klinis di departemen mikrobiologi Hong Kong University sekaligus anggota tim studi.
Baca juga : Bukan Flu dan Batuk, Ini 4 Gejala Khas Omicron
Sinovac Biotech menepis keraguan tersebut dengan mengatakan bahwa mereka telah melakukan studi sendiri tentang efektivitas vaksin terhadap varian omicron. Hasilnya menunjukkan bahwa dosis ketiga vaksin Sinovac efektif dalam meningkatkan netralisasi serum terhadap strain virus omicron.
Dalam sebuah pernyataan, perusahaan menyebutkan bahwa setelah kemunculan varian omicron, peneliti Hong Kong sangat menganjurkan penerima vaksin Sinovac untuk mendapatkan dosis ketiga sesegera mungkin.
"Masyarakat disarankan untuk mendapatkan dosis ketiga vaksin sesegera mungkin sambil menunggu generasi berikutnya dari vaksin yang lebih cocok," kata peneliti dalam rilis berita, dilansir Reuters.