REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.
Doktrin strategi Karel von Clausewitz rujukan saya saat saya mengajar 'Strategi Taktik' untuk kader-kader HMI tahun 1964-1965 di latihan kepemimpinan HMI. Antara lain tentang perang adalah politik dengan senjata.
Politik adalah perang tanpa senjata. Seenak apa pun bertahan lebih enak menyerang. Dan habiskan inisiatif bertahan lawan, sehingga mereka tak tau lagi apa yang mau dipertahankan dan tak tau pula mana yang mau mereka serang. Itu dapat dilihat sekarang dalam medan perang Laut China Selatan. China sudah kehilangan inisiatif.
Pada tahun 1965 PKI sudah kehilangan inisiatif dalam gerakan politik, lalu menempuh jalan nekad menggerakan Gestapu/PKI. Sementara pemerintah Presiden Soekarno yang memberi angin pada PKI menciptakan musuh terlalu besar: Nekolim. Sama seperti India srkarang vis a vis Islam, dan Ukraine vis a vis Rusia yang bukan sekedar karena soal pemasangan pipa gas saja, tapi ada pula soal agama.
Ormas Islam sendiri dalam posisi defensif menghadapi agresifitas PKI. Kegiatan yang aman dilakukan Halal bi Halal. Halal bi Halal ternyata, berdasar Suara Muhammadiyah edisi tahun 1926, telah bermula setidaknya pada tahun itu.
Antre beras, antre minyak tanah, antre rokok menggerus popularitas Bung Karno. Antre minyak tanah pada mulanya yang mengantri orang, kemudian berganti dengan kaleng blék dan atau jerigen. Kemudian BBM pun sukar didapat.
Ketika dalam tempo singkat Gestapu/PKI berhasil dipatahkan TNI, wibawa Bung Karno yang dibinanya puluhan tahun langsung roboh. Bung Karno gagal mempengaruhi Jenderal Suharto dalam pertemuan mereka 2 Oktober 1965.
Dalam situasi ekonomi seperti sekarang ini seharusnya kita membaca medan dengan cermat dan coba menganalisis berdasarkan pengetahuan strategi. Tidak cukup dengan narasi yang self entertaining.