Ahad 29 May 2022 19:54 WIB

Kasus Baru dan Kematian Covid-19 Global Terus Turun, Kecuali Amerika dan Pasifik Barat

WHO sebut pandemi Covid-19 sudah mencapai puncak pada Januari lalu.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
WHO sebut pandemi Covid-19 sudah mencapai puncak pada Januari lalu.
Foto: EPA-EFE/ANDY RAIN
WHO sebut pandemi Covid-19 sudah mencapai puncak pada Januari lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Jumlah kasus baru virus corona Covid-19 dan kematian dilaporkan terus turun secara global. Hal itu setelah pandemi mencapai puncaknya pada Januari, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dalam penilaian mingguan baru terkait pandemi, Badan Kesehatan PBB mengatakan ada lebih dari 3,7 juta infeksi baru dan 9.000 kematian pada pekan lalu, lalu turun masing-masing tiga persen dan 11 persen. Namun kasus Covid-19 meningkat hanya di dua wilayah di dunia, yakni Amerika dan Pasifik Barat. 

Baca Juga

“Kematian meningkat 30 persen di Timur Tengah, tetapi stabil atau menurun di tempat lain,” demikian laporan, seperti dilansir laman PBSNews, Ahad (29/5/2022).

WHO sedang melacak semua subvarian Omicron sebagai "varian yang menjadi perhatian”. WHO mencatat bahwa negara-negara yang memiliki gelombang penyakit signifikan disebabkan oleh subvarian Omicron BA.2, tampaknya kurang terpengaruh oleh subvarian lain seperti BA.4 dan BA.5. Subvarian itu berpengaruh atas lonjakan penyakit terbaru di Afrika Selatan.

Pakar Penyakit Menular di University of KwaZulu-Natal, Salim Abdool Karim mengatakan tampaknya Afrika Selatan telah melewati gelombang terbaru Covid-19 yang disebabkan subvarian BA.4 dan BA.5. Negara tersebut berada di garis depan pandemi sejak pertama kali mendeteksi varian Omicron November lalu.

Karim memperkirakan bahwa versi mutasi lain dari Omicron mungkin muncul pada bulan Juni. Hal itu menjelaskan bahwa sejumlah besar mutasi pada varian berarti ada lebih banyak peluang untuk berevolusi.

Sementara itu di Beijing, Cina, pihak berwenang memerintahkan lebih banyak pekerja dan pelajar untuk tinggal di rumah dan menerapkan pengujian massal tambahan karena kasus Covid-19 terus meningkat. Banyak kompleks perumahan di kota tersebut telah membatasi pergerakan keluar masuk. Sistem lockdown jauh lebih ketat daripada di Shanghai, di mana jutaan warga berada di bawah berbagai tingkat penguncian selama dua bulan.

Cina memutuskan untuk tetap berpegang pada kebijakan nol-Covid, terlepas dari kenyataan bahwa WHO menggambarkan kebijakan tersebut sebagai "tidak berkelanjutan". Hal itu mengingat sifat menular dari Omicron dan subvariannya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement