REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diet rendah karbohidrat dan lemak, selama ini disebut sebagai cara paling ampuh turunkan berat badan hampir enam persen, ini juga bisa mengontrol diabetes dan mengurangi lemak di hati. Namun, sebuah studi memaparkan hal bertentangan dari rekomendasi dokter tersebut.
Studi penelitian pertama dan ‘paling luas’ tentang diet rendah karbohidrat dan lemak pada pasien dengan diabetes tipe dua dan penyakit hati berlemak, diadakan di Denmark selama enam bulan. Studi menemukan bahwa diet ini justru meningkatkan penyakit non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD).
Diet itu memengaruhi lebih dari 25 persen orang di seluruh dunia dan 55 persen orang dengan diabetes tipe 2, serta kadar glukosa darah pada diabetes tipe dua.
“Saya ingin memberi tahu bahwa jika memiliki lemak di hati, seseorang akan mendapat manfaat dari memakan lemak,” kata Asisten Riset Klinis di Rumah Sakit Universitas Odense Denmark, Camilla Dalby Hansen, saat mempresentasikan hasil penelitian di Kongres Hati Internasional di London, dilansir dari Euractiv, Sabtu (2/7/2022).
Sementara peserta yang memakan kalori sebanyak ‘seperti yang biasa mereka lakukan’, mereka bisa menurunkan hampir enam persen dari berat badan mereka, kontrol diabetes lebih baik, dan lemak di hati berkurang.
Diet rendah karbohidrat dan lemak ini juga dibandingkan dengan diet diabetes klasik rendah lemak, seperti diet rendah lemak dan tinggi konsumsi produk gandum utuh, seperti oats, kentang, dan sayuran.
Sebaliknya, diet rendah karbohidrat dan lemak justru membuat lemak semakin menumpuk. “Ini terutama lemak-lemak sehat, seperti alpukat, minyak zaitun, kacang-kacangan, dan biji-bijian, serta juga keju, krim, produk susu tinggi lemak,” kata Hansen.
Hasil ini mungkin memberi pasien lebih banyak pilihan di masa depan, bahwa mereka dapat memilih sendiri diet apa yang sesuai dengan gaya hidup mereka.
“Penting untuk ditekankan bahwa ini bukan hanya keluar dan makan semua lemak di dunia. Seseorang juga harus fokus untuk mendapatkan beberapa lemak baik, dan yang sangat penting, tidak makan banyak lemak dan banyak karbohidrat,” kata Hansen.
Ia juga menyarankan untuk berdiskusi dengan dokter dan mendapatkan pemeriksaan lanjutan saat menjalani diet. Namun penelitian ini dinilai masih butuh data jangka panjang, agar hasilnya lebih nyata.