Senin 11 Jul 2022 15:04 WIB

Mengurai Antrean Haji

Antrean haji Indonesia ada yang mencapai 97 tahun

Jamaah haji melempar kerikil sebagai bagian dari simbol al-A
Foto: EPA-EFE/ASHRAF AMRA
Jamaah haji melempar kerikil sebagai bagian dari simbol al-A

Oleh : Muhammad Hafil, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Rata-rata antrean nasional haji di Indonesia bisa mencapai 40 tahun. Dengan waktu terlama 97 tahun di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan dan terendah sembilan tahun di Kabupaten Maybrat, Papua Barat.

Di perlukan beberapa kebijakan besar agar antrean haji di Indonesia ini bisa terurai. Setidaknya, agar kita tidak seperti di Malaysia yang antrean haji terpanjangnya mencapai 140 tahun.

Penulis memiliki beberapa opsi pendapat pribadi tentang bagaimana cara mengurai antrean haji tersebut:

Pertama, pembenahan infrastruktur di Mina. Inti dari haji adalah puncah haji selama 3-4 hari di Arafah, Muzdalifah, Mina. Menurut penulis, tempat-tempat ini sudah ditentukan oleh syariah dalam aturan haji. Sehingga, lokasi hajinya ya memang di situ.

Sementara, ketiga tempat itu tak bisa diperluas, kecuali adanya Mina jadid atau perluasan mina pada beberapa tahun lalu. Itupun, sempat memunculkan kontroversi namun sudah ada fatwa ulama yang menyatakan bermalam di Mina Jadid adalah sah.

Baca juga : Ustaz Khalid Imbau Jamaah yang Belum Berhaji Bisa Bersabar

Dan, di ketiga tempat itu, dalam setiap tahun musim haji (jika normal tanpa pandemi), ada tiga juta jamaah haji dari seluruh penduduk dunia yang berkumpul di sana.

Nah, untuk mengurai antrean haji di suatu negara, termasuk Indonesia, maka salah satu caranya adalah dengan penambahan kuota keberangkatan porsi hajinya. Namun, hal ini akan sulit jika infrastruktur di ketiga tempat itu, khususnya di Mina tidak dibenahi.

Akan ada bencana kemanusiaan besar jika jamaah haji bertambah berkumpul di tempat itu sementara tempatnya tidak cukup. Maka, di antara solusinya adalah dengan memanfaatkan udara di Mina. Pemerintah Arab Saudi bisa membangun gedung bertingkat untuk menampung jamaah haji. Tentunya, tetap harus dipikirkan sisi-sisi keselamatannya terutama opsi evakuasi jika terjadi keadaan darurat.

Jika pembenahan infrastruktur di Mina ini ditambah, maka kita baru boleh bicara penambahan kuota haji. Dan, untuk mewujudkan hal itu, diperlukan lobi kuat ke Arab  Saudi untuk pembenahan infrastruktur di Mina.

Baca juga : Ibadah Haji, Gaya Hidup Instan Kita, dan Refleksi Syariati

Kedua, pemanfaatan kuota haji tak terpakai. Jumlah kuota keberangkatan haji per tahun adalah 1/1.000 jumlah penduduk muslim di suatu negara. Maka, untuk ukuran normal, dengan jumlah penduduk Muslimnya mencapai 231 juta orang, Indonesia mendapat jatah 231 ribu kuota haji per tahun (dalam kondisi normal).

Pembagian porsi 1/1.000 ini sudah ditentukan sejak 1985 lalu oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Bagi Indonesia yang termasuk dalam negara-negara Muslim, kuota haji ini akan terpakai, bahkan kurang. Namun, bagaimana dengan negara-negara yang Muslimnya menjadi minoritas seperti di Eropa, Asia Timur, Australia, dll. Tak semua jatah kuota hajinya terpakai. Maka, hal ini bisa diambil untuk menambah kuota haji Indonesia. Untuk ini, diperlukan lobi Indonesia ke Arab Saudi.

Ketiga, haji khusus . Dasar hukum haji khusus, yang dulu bernama ONH (Ongkos Naik Haji) Plus, berdasarkan  UU No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Undang-Undang Lama), di salah satu pasalnya disebutkan "Dalam  rangka  Penyelenggaraan  Ibadah  Haji  bagi masyarakat  yang membutuhkan  pelayanan  khusus, dapat  diselenggarakan  Ibadah  Haji  Khusus  yang pengelolaan dan pembiayaannya bersifat khusus."

Sementara di Undang-Undang Haji yang baru (UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah), tidak disebutkan kata-kata itu. Namun, garis besarnya haji khusus adalah haji khusus memiliki dasar hukum bagi masyarakat yang ingin berhaji dan mendapatkan pelayanan khusus.

Baca juga : Tim Kesehatan Mina Berhasil Selamatkan Nyawa Rosidan

Ada beberapa keuntungan jika mengikuti haji khusus. Pertama, antrean haji lebih sedikit, bahkan bisa tidak mengantre sama sekali (di masa normal bukan pandemi).

Ini karena kuota haji khusus yang diberikan pemerintah sedikit, yaitu hanya 17.000 orang untuk satu musim haji. Bandingkan dengan kuota reguler yang mencapai 200-an ribu jamaah haji. Jika pun antre, paling lama sekitar lima tahunan.

Kedua, waktu selama di Tanah Suci lebih sebentar dibanding jamaah haji reguler yang mencapai 40 hari. Untuk haji khusus, paling lama sekitar 3 mingguan.

Demikian sekilas beberapa poin dari penulis untuk mengurai antrean haji. Mudah-mudahan kita semua bisa merasakan pergi menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

Baca juga : Amir Makkah Serahkan Kiswah Kepada Penjaga Ka'bah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement