Jumat 09 Dec 2022 17:35 WIB

BEM Unkris Apresiasi Wamenkumham yang Perjuangkan Sejumlah Masukan untuk RKUHP

BEM Unkris telah menyampaikan kritik dengan cara intelektual, elegan, dan akademis.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) berdiskusi dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI Prof Dr Edward Omar Sharief Hiariej, SH, terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Foto: dok.unkris
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) berdiskusi dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI Prof Dr Edward Omar Sharief Hiariej, SH, terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) menyampaikan apresiasinya kepada Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI Prof Dr Edward Omar Sharief Hiariej, SH, yang telah memperjuangkan beberapa gagasan BEM Unkris terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Gagasan RKUHP BEM Unkris tersebut merupakan intisari dari kajian yang dilakukan oleh BEM Unkris dalam beberapa kali pertemuan.

Kajian itu melibatkan Presiden Mahasiswa Unkris Pier Lailossa, Wakil Presiden Mahasiswa Arafanggi Gunatama, Menteri Kajian, Aksi dan Strategi Hasan Renyaan, dan jajarannya, serta Menteri Luar Kampus Gema Putra dan jajarannya termasuk lembaga kajian yang dimiliki Unkris.

“BEM Unkris sebelumnya pernah turut serta berdiskusi bersama Wamenkumham mengenai RKUHP pada beberapa bulan yang lalu dan dalam forum tersebut BEM Unkris sempat memberikan beberapa gagasan dari kajian BEM Unkris mengenai RKUHP,” kata Presiden Mahasiswa Unkris Pier Lailossa dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/12/2022).

Pada kajian kedua bersama Wamenkumham RI, BEM Unkris merekomendasikan beberapa poin penting terkait RKUHP. Di antaranya, Pasal 218 (Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden). “Pada pasal tersebut, telah dibuat perluasan makna yakni dalam menyerang kehormatan atau harkat martabat diri presiden atau wakil presiden terdapat pengecualian dalam hal unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan/atau wakil presiden sesuai saran kajian kami,” kata Pier.

Lalu Pasal 240 tentang Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara juga telah sedikit diperjelas mengenai pengertian penghinaan, serta penghinaan tidak disamakan dengan mengkritik. “Selain itu, diperjelas juga dalam pasal tersebut masuk sebagai delik aduan sesuai saran kajian kami,” jelas Pier.

Dua poin penting rekomendasi dari BEM Unkris tersebut oleh Kemenkumham kemudian dibawa ke forum resmi dan kemudian disetujui oleh DPR RI sehingga menjadi bagian yang disahkan pada 6 Desember 2022. Meski dua poin penting hasil rekomendasi BEM Unkris mendapatkan persetujuan anggota DPR RI, Pier menjelaskan bahwa BEM Unkris masih mempertanyakan pada pemerintah mengenai kejelasan beberapa pasal yang tidak terakomodasi. Pasal-pasal tersebut adalah Pasal 252 tentang Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana.

“Menurut kajian kami, pasal tersebut yakni pengakuan memiliki kekuatan gaib mengarah pada terancamnya ritual adat yang eksis dan memiliki kewibawaan dalam kehidupan beberapa masyarakat adat. Oleh sebab itu, kami merasa kecewa karena tidak ada pengecualian secara tegas dalam batang tubuh pasal maupun bagian penjelasan terkait praktik ritual adat yang diakui oleh elemen masyarakat adat,” kata Pier.

Kemudian Pasal 278 yang dihapus dan diatur kembali dalam Pasal 277 tentang Gangguan terhadap Tanah, Benih, Tanaman, dan Pekarangan. Menurut kajian BEM Unkris, pasal tersebut mengarah pada ketidaksinambungannya perbuatan dengan akibat. Pasal tersebut tidak mempertegas akan munculnya akibat dari perbuatan yang dilakukan. “Harusnya pasal tersebut dijadikan delik materil, mengingat tindakan berjalan dan berkendara di atas tanah/wilayah yang dimaksudkan memiliki daya rusak yang berbeda,” tegas Pier.

Di tempat terpisah, Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono menyampaikan apresiasi terhadap BEM Unkris yang telah menggelar kegiatan penting dan strategis terkait isu yang tengah berkembang. Sebagai bagian dari generasi muda, sudah selayaknya BEM Unkris memberikan masukan secara kritis kepada pemerintah. “Tentunya masukan tersebut bukan asal bicara tetapi berdasarkan hasil kajian,” kata dia.

Menurut Dr Ayub, BEM Unkris telah menyampaikan kritik terhadap pemerintah dan DPR RI dengan cara-cara yang intelektual, elegan, dan akademis. Tidak dengan cara gegabah seperti aksi unjuk rasa di jalanan yang pada akhirnya mengganggu ketertiban dan kepentingan masyarakat umum.

Rektor Unkris ini berharap pemerintah/DPR dan lembaga tinggi negara lainnya membuka ruang bagi kaum akademisi untuk menyampaikan aspirasi sehingga terjadi keseimbangan yang harmonis dalam mengelola negara. “Unkris sangat terbuka kepada siapapun untuk bekerja sama dan melakukan dialog akademis dalam permasalahan apapun dengan melibatkan pusat-pusat studi yang ada di lingkungan Unkris,” jelas dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement