REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan dikeluarkan pemerintah mempercepat pemulihan ekonomi usai pandemi dan konflik geopolitik. Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menilai kebijakan sepanjang 2022 sudah melindungi stabilitas fiskal dan ekonomi makro. Namun, ia menyayangkan, belum terlihat adanya peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat.
Anis melihat, belum jelas ada upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam meningkatkan kualitas dan daya saing SDM nasional. Ia melihat, stabilitas fiskal dan ekonomi makro yang terjaga cukup baik. Namun, kurang diimbangi kinerja pemerintah secara sektoral, terutama sektor-sektor yang menghimpun tenaga kerja seperti pertanian, industri manufaktur dan perdagangan.
Padahal, ia mengingatkan, tema kebijakan fiskal dan APBN 2022 yaitu Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural. Namun, Anis berpendapat, tema itu belum bisa terealisasi, bahkan masih terdapat kecenderungan stagnasi terutama kualitas SDM.
"Belum sepenuhnya berdampak terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat, bahkan terdapat kecenderungan terjadinya stagnasi dari peningkatan kualitas SDM mulai dari kualitas pendidikan, kesehatan hingga daya saing," kata Anis, Senin (2/1/2023).
Salah satu yang disoroti Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini tidak lain rasio utang terhadap PDB yang meningkat secara tajam. Posisi utang pemerintah per 31 Oktober 2022 tembus mencapai Rp 7.496,7 triliun.
Dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 38,36 persen. Demikian pula pembayaran bunga utang yang semakin menyempitkan fiskal negara, dengan perkiraan sudah mencapai Rp 403,9 triliun sampai dengan akhir 2022.
Angka ini meningkat dibandingkan posisi Desember 2021 Rp 6.908,87 triliun atau meningkat 8,5 persen. Sampai akhir 2022 nilai dan rasio utang terhadap GDP masih tinggi. Porsinya mencapai 20,87 persen dari total belanja pemerintah pusat 2022.
Anis turut mengingatkan kenaikan harga BBM bersubsidi 3 September 2022 yang menyebabkan tekanan terhadap komponen harga diatur pemerintah secara tahunan. Efek merambat terhadap kenaikan BBM bersubsidi terlihat dari kenaikan harga.
"Bensin, bahan bakar rumah tangga, tarif angkutan udara dan tarif angkutan dalam kota serta biaya logistik lainnya," ujar Anis.
Anis menyayangkan kesejahteraan masyarakat yang semakin menjauh. Meski data BPS jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta jiwa atau 9,54 persen turun dibandingkan periode sama 2021 sebesar 27,54 juta jiwa atau 10,14 persen.
Namun, angka ini masih tergolong tinggi. Terlebih, selisih angka penduduk miskin perkotaan dibandingkan pedesaan cukup tinggi. Anis menyinggung pula pengangguran yang meningkat dibanding awal 2022. Saat ini, tingkat pengangguran masih tinggi.
"Belum kembali ke posisi sebelum pandemi, sehingga masih banyak yang harus dibenahi dan dilakukan," kata Anis.