REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Potensi cuaca ekstrem kerap terjadi saat periode tahun baru. Di tahun 2023, peneliti juga mengingatkan potensi banjir pesisir (rob), seiring dengan adanya fenomena bulan purnama.
Menurut Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Budi Harsoyo, bulan purnama terjadi karena posisi matahari, bumi dan bulan, berada pada satu garis lurus. Di titik itu, bumi dan bulan jaraknya berdekatan.
Jarak terdekat ketiganya terjadi saat bulan purnama. Dikarenakan ada jarak berdekatan, maka ini yang mengakibatkan gaya gravitasi bumi terpengaruh oleh gaya grativitasi di bulan.
“Jadi dia akan menarik termasuk air yang menjadi pasang. Karena terkait grativitasi jadi tertarik. Maka wilayah perairan akan ikut tertarik,” kata Budi saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (3/1/2023).
Akibatnya terjadi pasang air laut yang akan mencapai titik maksimumnya. Sehingga muncul fenomena pasang surut, di mana titik maksimumnya terjadi saat bulan purnama.
Banjir rob bisa mengakibatkan daerah-daerah di sekitar pantai atau laut, tergenang. Umumnya daerah yang dilanda banjir rob memiliki permukaan lebih rendah daripada air laut yang sedang pasang.
Bulan purnama menjadi salah satu fase bulan di mana bulan terletak di belakang bumi ditinjau dari matahari. Biasanya bulan purnama terjadi 12 kali dalam setahun dan tiga kali pada setiap musim.
Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat waspada potensi banjir pesisir (rob) di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini seiring adanya fenomena bulan purnama (full moon) pada Jumat (6/1/2023).
Berdasarkan pantauan data water level dan prediksi pasang surut yang dirilis BMKG, banjir rob berpotensi terjadi di beberapa wilayah pesisir Indonesia. Masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan siaga mengantisipasi dampak dari pasang maksimum air laut serta memperhatikan update informasi cuaca maritim dari BMKG.