Kamis 12 Jan 2023 12:21 WIB

Mengapa Ada yang Rela Mati Sia-Sia demi Konten? Ini Salah Satu Pemicunya

Demi konten, ada yang rela menyetop truk hingga berakhir dengan kematian.

Jenazah (ilustrasi). Di era media sosial ada banyak kasus masyarakat yang rela melakukan apapun demi konten.
Foto: photoshelter.com
Jenazah (ilustrasi). Di era media sosial ada banyak kasus masyarakat yang rela melakukan apapun demi konten.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kita boleh jadi sering mendengar bahwa ada saja orang yang rela melakukan apa pun demi konten. Salah satunya adalah kasus yang terjadi di Bogor, Jawa Barat.

Polresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat menetapkan remaja yang tewas akibat menyetop truk demi konten di media sosial saat melintas di Jalan Sholeh Iskandar yang viral sebagai korban tabrak lari.

Baca Juga

Korban tewas akibat sopir inisial AR berusia 38 tahun dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya pada Kamis (5/1) malam, sehingga kini ditetapkan sebagai tersangka. "Sudah tersangka," ujar Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso saat dikonfirmasi wartawan di Kota Bogor.

Kombes Pol Bismo menyampaikan bahwa sopir berikut barang bukti berupa truk telah diamankan oleh Unit Penegakan Hukum (Gakkum) Satlantas Polresta Bogor Kota.

Menurut laporan Satlantas Polresta Bogor Kota bahwa benar ada lebih dari dua orang pada Kamis (5/1) sekitar pukul 21.15 WIB, di Jalan Sholeh Iskandar sedang memberhentikan truk demi untuk sebuah konten, yang biasa disebut sebagai Rojali.

Saat menghentikan truk, seorang remaja berusia 20 tahun tewas di tempat akibat tertabrak truk yang dihentikannya. Truk tersebut kabur hingga kemudian berhasil ditangkap tiga hari kemudian. 

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa ada orang yang rela melakukan apa pun demi membuat konten yang dianggapnya bakal menarik perhatian warganet.

Jonah Berger, penulis "Contagious: Why Things Catch On," seperti dilansir dari situs entrepreneur.com, sebelum orang membagikan suatu konten, mereka mengecek dulu segala kemungkinan. Semakin menarik tampilannya, semakin besar kemungkinan mereka membuat hingga menyebarkannya.

Contoh mudahnya, jika kita pergi ke pantai dan menemukan sesuatu yang unik seperti kerang yang bagus, tentunya kita ingin memamerkan pada semua orang  penemuan Anda yang luar biasa. Mengapa? Karena itu membuatmu terlihat baik.

Apakah itu benar-benar membuat Anda terlihat baik adalah cerita lain, tapi itulah yang Anda rasakan saat ini, bukan? 

Tentu kita tahu itu tidak 100 persen benar. Menemukan sesuatu yang luar biasa tidak membuat Anda luar biasa, tetapi begitulah cara kerja otak kita. Kita kompetitif dan kita ingin terlihat baik di depan orang lain. Berbagi hal-hal yang sangat menarik membuat kita terlihat baik. Ketika Anda menemukan artikel yang benar-benar mengajari Anda sesuatu, membagikannya seolah kita mengungka-pkan "lihat apa yang saya temukan", dan karena itu, "lihat apa yang sudah saya ketahui" 

Mengutip dalam sebuah penelitian, 61 persen responden mengatakan mereka berusaha untuk berbagi konten yang menarik dibandingkan dengan konten yang penting atau lucu. Saat menemukan sesuatu yang sangat menarik, kita membagikannya agar orang lain dapat melihat betapa menariknya kami.

Saat kita membagikan sesuatu yang lucu, kita merasa hal itu menunjukkan selera humor kita kepada orang lain dan betapa lucunya kita. Sayangnya, hal ini justru berdampak buruk untuk beberapa orang yang menganggap konten menarik itu adalah segalanya. Alhasil, mereka pun berbuat apa pun demi membuat dan menyebarkan konten tersebut. 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement