REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Teknologi kecerdasan buatan ChatGPT menjadi populer belakangan ini karena bisa menyelesaikan hampir semua pekerjaan manusia. Namun, kepopuleran ChatGPT menuai protes di kalangan guru dan dosen.
Sebab, banyak dari murid mereka menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan tugas dan mengerjakan ujian. Oleh karena itu, pembuat ChatGPT, OpenAI merilis alat baru yang dapat membantu guru atau dosen untuk mendeteksi jika siswanya menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas atau ujiannya.
Alat baru itu dirilis pada Selasa setelah melewati diskusi selama berpekan-pekan. Meski begitu, OpenAI memperingatkan alat barunya tidak selalu akurat. “Metode untuk mendeteksi teks yang ditulis oleh AI tidak sempurna dan terkadang salah,” kata kepala tim penyelarasan OpenAI Jan Leike, dilansir Japan Today, Rabu (1/2/2023).
Dalam postingan blog, OpenAI juga mengatakan alat barunya juga bisa mencegah plagiarism dan membantu mendeteksi kampanye disinformasi serta penyalahgunaan AI lainnya untuk meniru manusia. Semakin panjang bagian teks, semakin baik alat tersebut dalam mendeteksi.
Sejak diluncurkan pada November tahun lalu, siswa termasuk di antara jutaan orang yang bereksperimen dengan ChatGPT. Kemudahan AI dalam menjawab berbagai pertanyaan ujian memicu kekhawatiran di kalangan para pendidik.
Pada saat sekolah dibuka untuk tahun baru, New York, Los Angeles, dan distrik sekolah umum besar lainnya mulai memblokir penggunaan ChatGPT di ruang kelas dan perangkat sekolah. Distrik Sekolah Umum Seattle awalnya memblokir ChatGPT di semua perangkat sekolah pada bulan Desember, tetapi membuka akses bagi pendidik yang ingin menggunakannya sebagai alat pengajaran. “Kita tidak bisa mengabaikan kehadiran ChatGPT,” kata juru bicara distrik Tim Robinson.
Institusi pendidikan tinggi di seluruh dunia mulai memperdebatkan penggunaan teknologi AI yang bertanggung jawab. Salah satu universitas paling bergengsi di Prancis, Sciences Po, melarang penggunaan ChatGPT pada pekan lalu.
Menanggapi reaksi tersebut, OpenAI mengatakan telah bekerja selama beberapa pekan untuk menyusun pedoman baru untuk membantu para pendidik. “Seperti banyak teknologi lainnya, mungkin ada satu distrik yang memutuskan bahwa itu tidak pantas digunakan di ruang kelas mereka. Kami hanya ingin memberi mereka informasi yang mereka butuhkan untuk dapat membuat keputusan yang tepat bagi mereka,” kata peneliti kebijakan OpenAI Lama Ahmad.