Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Ada yang mendadak kelu ketika Golkar hari ini dalam pencalonan cawapres Prabowo menyandingkan (bahkan mempersamakan) Sutan Sjahrir dengan Gibran Rakabuming, putra Presiden Jokowi yang kini menjadi wali kota Solo.
Agar fair, mari kita bandingkan sosok Sutan Sjahrir di masa muda, jauh sebelum jadi perdana menteri, dan jauh dari masa kemerdekaan. Ini terutama cerita ketika Sjahrir dalam usia belia.
Anak bangsa yang paham sejarah tahu, bila kepulauan Banda Neira menjadi pulau pengasingan bagi tokoh-tokoh nasional Indonesia. Sutan Sjahrir -- dan juga Bung Hatta -- adalah pendiri bangsa yang pernah tinggal di sana selama enam tahun. Sejak muda mereka mengenyam pahit dan paham apa itu berjuang untuk kemerdekaan bangsanya.
Bahkan, saat itu seorang intelektual India menganggap Sutan Sjahrir adalah bom Asia. ’’Jadi kini saya tak mengerti bila di sosok Sutan Sjahrir sejajar dengan Gibran. Ini berlebihan,’’ kata Lukman Hakim, penulis sejarah dan mantan staf M Nasir serta staf ahli Wapres Hamzah Haz.
“Menyamakan Gibran dengan Sutan Sjahrir, menurut saya tak masuk akal. Ingat sebelum menduduki jabatan perdana menteri pada usia 36 tahun, Sjahrir sudah berjuang habis-habisan untuk kemerdekaan Indonesia. Dia rela hidup dalam pengasingan dan mempertaruhkan sikap masa depan dirinya dengan memilih Indonesia merdeka. Sjahrir dan generasi sebayanya, kala itu sudah menghayati dan paham memimpin adalah jalan menderita. Nah, kini lidah saya kelu, tak lagi bisa bicara apa-apa lagi,’’ ujarnya lagi.
Kali ini marilah kita kenang sosok Sutan Sjahrir ketika berada dalam pengasingan di pulau Banda. Di situ sudah terlihat ‘cahaya kebeliaan’ Sjahrir dalam usia sangat belia.
Keterangan foto: Rumah Sutan Syahrir ketika diasingkan kolonial di pulau Banda.
Lihat lanjutan tulisan di halaman berikutnya