REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk pertama kalinya, pangan dan pertanian menjadi topik utama dalam konferensi iklim tahunan PBB pada tahun 2023. Lebih dari 130 negara menandatangani deklarasi pada tanggal 1 Desember, berkomitmen untuk menjadikan sistem pangan mereka - mulai dari produksi hingga konsumsi - sebagai titik fokus dalam strategi nasional untuk mengatasi perubahan iklim.
Professor of Global Affairs di University of Notre Dame, Paul Winters, menilai bahwa deklarasi ini tidak banyak berisi tindakan konkret untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dan mengurangi emisi, namun juga menarik perhatian pada masalah yang sangat penting.
“Pasokan pangan global semakin menghadapi gangguan dari panas dan badai yang ekstrem. Pertanian juga merupakan kontributor utama perubahan iklim, yang bertanggung jawab atas sepertiga dari semua emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia. Ketegangan ini menjadi alasan mengapa inovasi pertanian semakin diangkat dalam diskusi iklim internasional,” kata Winters seperti dilansir The Conversation, Selasa (5/12/2023).
Dalam sebuah laporan baru, Komisi Inovasi untuk Perubahan Iklim, Ketahanan Pangan dan Pertanian, yang didirikan oleh ekonom peraih Nobel, Michael Kremer, mengidentifikasi tujuh area prioritas untuk inovasi yang dapat membantu memastikan produksi pangan yang cukup, meminimalkan emisi gas rumah kaca, dan dapat diperluas untuk menjangkau ratusan juta orang.
Winters yang juga menjabat selaku direktur eksekutif untuk komisi tersebut, mengatakan bahwa tiga inovasi secara khusus lebih prioritas karena kemampuannya untuk berkembang dengan cepat dan membuahkan hasil secara ekonomi. Untuk lebih jelasnya, berikut inovasi yang ditawarkan:
1. Prakiraan cuaca yang akurat dan mudah diakses
Dengan cuaca ekstrem yang membuat tanaman semakin rentan dan petani berjuang untuk beradaptasi, prakiraan cuaca yang akurat sangat penting. Petani perlu mengetahui apa yang akan terjadi, baik dalam beberapa hari ke depan maupun jauh ke depan, untuk membuat keputusan strategis mengenai penanaman, pengairan, pemupukan, dan panen.
Namun, akses terhadap prakiraan yang akurat dan terperinci jarang dimiliki oleh para petani di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penilaian mereka menunjukkan bahwa berinvestasi dalam teknologi untuk mengumpulkan data dan membuat prakiraan tersedia secara luas - seperti melalui radio, pesan teks, atau WhatsApp - dapat membuahkan hasil berkali-kali lipat bagi perekonomian.
Sebagai contoh, prakiraan total curah hujan musiman yang akurat di tingkat negara bagian dapat membantu para petani di India untuk mengoptimalkan waktu tanam dan menabur benih, sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar 3 miliar dolar AS selama lima tahun.
2. Pupuk mikroba
Prioritas inovasi lainnya adalah memperluas penggunaan pupuk mikroba. Winters menjelaskan, pupuk nitrogen banyak digunakan untuk meningkatkan hasil panen, tetapi pupuk ini biasanya dibuat dari gas alam dan merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca. Pupuk mikroba menggunakan bakteri untuk membantu tanaman dan tanah menyerap nutrisi yang mereka butuhkan, sehingga mengurangi jumlah pupuk nitrogen yang dibutuhkan.
Penelitian telah menemukan bahwa pupuk mikroba dapat meningkatkan hasil panen kacang-kacangan sebesar 10-30 persen pada tanah yang sehat dan menghasilkan keuntungan miliaran dolar. Pupuk mikroba lainnya juga bekerja pada jagung, dan para ilmuwan sedang mengupayakan lebih banyak lagi pengembangannya.
3. Mengurangi metana dari ternak
Prioritas inovasi ketiga adalah peternakan, yang merupakan sumber dari sekitar dua pertiga emisi gas rumah kaca di sektor pertanian. Dengan permintaan daging sapi yang diproyeksikan meningkat 80 persen pada tahun 2050 seiring dengan meningkatnya pendapatan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, mengurangi emisi tersebut sangatlah penting.
Beberapa metode inovatif untuk mengurangi emisi metana ternak menargetkan fermentasi enterik, yang mengarah pada sendawa metana. Menambahkan ganggang, rumput laut, lipid, tanin atau senyawa sintetis tertentu pada pakan ternak dapat mengubah reaksi kimia yang menghasilkan metana selama proses pencernaan.
Penelitian telah menemukan bahwa beberapa teknik memiliki potensi untuk mengurangi emisi metana hingga seperempat hingga hampir 100 persen. Ketika sapi menghasilkan lebih sedikit metana, mereka juga membuang lebih sedikit energi, yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan produksi susu, sehingga memberikan keuntungan bagi peternak. Metode ini masih mahal, tetapi pengembangan lebih lanjut dan investasi swasta dapat membantu meningkatkan skala dan menurunkan biaya. Pengeditan gen, baik pada ternak atau mikroorganisme di dalam perut mereka, suatu hari nanti juga memiliki potensi.
Komisi Inovasi juga mengidentifikasi empat prioritas inovasi lainnya yaitu membantu petani dan masyarakat untuk menerapkan pemanenan air hujan yang lebih baik; menurunkan biaya pertanian digital yang dapat membantu petani menggunakan irigasi, pupuk, dan pestisida secara lebih efisien; mendorong produksi protein alternatif untuk mengurangi permintaan akan hewan ternak; serta menyediakan asuransi dan perlindungan sosial lainnya untuk membantu petani pulih dari peristiwa cuaca ekstrem.
Meskipun terdapat inovasi pertanian yang menjanjikan, insentif komersial untuk mengembangkan dan meningkatkannya masih kurang. Ini menyebabkan kurangnya investasi, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Namun, pendanaan inovasi memiliki rekam jejak dalam menghasilkan tingkat pengembalian sosial yang sangat tinggi. Hal ini menciptakan peluang bagi investasi publik dan filantropi dalam mengembangkan dan menerapkan inovasi dalam skala yang dapat menjangkau ratusan juta orang.
“Tentu saja, agar efektif, setiap inovasi yang potensial harus konsisten dengan dan didorong oleh - strategi nasional dan direncanakan bersama dengan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil,” kata Winters.