REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Kegagalan membangun usaha tak membuat Priska Yeniriatno patah arang dalam menjalankan bisnis. Wanita kelahiran Singkawang, Kalimantan Barat, mencoba melihat berbagai peluang untuk bangkit dari kegagalan.
Ide menjalankan bisnis baru muncul pada 2010. Kala itu, ia mendengar ada imbauan dari pemerintah yang meminta kantor-kantor pemerintahan dan sekolah untuk memakai batik.
Saat ada peluang tersebut, Priska yang gemar dengan batik pun akhirnya mulai mendalami keterampilan membatik. Dari situ, ia memahami bahwa batik yang sesungguhnya harus melalui proses pelilinan, bukan batik cetak.
"Saya baru tahu, belajar dan akhirnya jatuh cinta, ternyata batik itu bukan berproses pada kainnya juga tapi juga proses saya sendiri," kata Priska di sela Bincang Inspiratif 15th SATU Indonesia Awards 2024 dengan tema “Bersama, Berkarya, Berkelanjutan” di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, belum lama ini.
Menurut Priska, batik yang digunakan kebanyakan orang merupakan baju motif, bukan batik yang sesungguhnya. Berawal dari kecintaan terhadap seni membatik, Priska mempersembahkan batik khas yang belum dimiliki kota kelahirannya, Singkawang.
Batik Kota Singkawang yang dibuatnya terinspirasi dari budaya masyarakat Kota Singkawang dan beberapa tanaman endemik di wilayah setempat yang hampir punah, seperti Anggrek dan Tengkawang Singkawang. Priska mendirikan kampung wisata batik dan atas kontribusinya tersebut Priska mendapatkan Apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 Tingkat Provinsi.
Hingga saat ini, kampung wisata batik yang didirikan Priska telah banyak memberdayakan dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat, menyediakan fasilitas bagi wisatawan yang berkunjung untuk melihat proses produksi batik, membeli batik sebagai oleh-oleh, dan mengikuti workshop bagi mereka yang ingin belajar membatik.
"Kalau untuk saya sendiri membatik itu sebenarnya membuat motif karakter atau lukisan, memilihnya itu kita memang riset dulu, apa sih yang menjadi identitas Singkawang itu, nah ketemulah dengan anggrek itu yang ada cuma di Singkawang," kata lulusan akuntansi universitas di Yogyakarta itu.
"Riset tidak lama karena memang fokus di situ, mencari identitas Singkawang, yang tidak rasis, yang tidak membentur sana-sini," tambahnya.
Priska memilih istilah "bercerita lewat batik" untuk menjelaskan prosesnya dalam berkarya. Ia mengatakan dirinya memang ingin menceritakan sesuatu lewat karya-karya batiknya. Seperti salah satu karyanya, yaitu "kain konservasi."
"Kain konservasi bukan kainnya yang dikonservasi tapi dari kain itu kita bisa meliterasikan bahwa satu tempat yang dulunya ada penyu sekarang tidak ada penyunya," kata Priska.
Ia ingin berpesan pentingnya menjaga alam lewat karya-karya batiknya. Priska yakin generasi saat ini memiliki banyak gagasan kreatif karena kemudahan teknologi. Tapi tantangan paling berat adalah konsisten berkarya.
"Konsistensi itu balik lagi ke diri masing-masing, untuk bertahan pada suatu hal yang mereka lakukan," katanya.
Priska mengatakan, perjuangannya membangun batik Singkawang dari tahun 2013 tidak mudah. "Banyak yang menghalangi saya, persaingan usaha, benturan politik, banyak yang berpikir saya ingin maju (ke panggung politik) banyak SDM nih, pengen maju, jadi caleg (calon legislatif) atau apa, itu jauh dari angan-angan saya," katanya.
"Kita tidak bisa membatasi pikiran orang terhadap apa yang kita lakukannya, jadi kita harus buktikan apa yang kita lakukan dengan niat baik," katanya.
View this post on Instagram
Priska mengakui ia memiliki titik-titik terendah saat membangun batik Singkawang. Salah satunya ketika ia ditinggalkan timnya. Saat permintaan semakin banyak, teman-teman yang menjadi anggota timnya merasa tidak nyaman karena mereka adalah seniman.
"Kita tahu seniman bekerja berdasarkan suasana hati, ketika permintaan banyak mereka tidak bisa bekerja di dalam sistem. Mereka bekerja sesuai suasana hati karena mereka seniman padahal kita bangun ini harus dengan sistem, mereka tidak bisa 'di-sistem', akhirnya mereka meninggalkan saya. Bukan kita bertengkar, tapi bekerja sebagai teman, sebagai mitra," katanya.
Tim awal batik Singkawang dengan sumber daya manusia yang sedang ia kelola berbeda. Priska mengatakan, ia mengelola 18 orang SDM kampung batik Singkawang dengan memberikan mereka mimpi dan harapan.
"Karena kalau bayaran manusia tidak akan pernah cukup, besar-kecilnya itu subjektif, jadi memang kita cari mimpi apa, kami penuhi kebutuhan mereka dengan cara itu," kata Priska.
Priska mengatakan banyak orang-orang yang masuk dan kelluar ke timnya dari awal hingga terbentuknya kampung wisata batik Singkawang. Pada tahun 2018 ia ditinggalkan timnya. Kemudian ia tidak lagi mencari tim, melainkan karyawan. "Nah di tahun 2024 mereka yang sebelumnya karyawan menjadi tim," katanya.
Modal awal Priska membangun batik Singkawang hanya satu rumah kosong sekitar Rp 130 juta dan bahan batik sekitar Rp 700 ribu. Saat ini omzet kotornya sekitar Rp 190 juta. Saat ini, ia tidak hanya memproduksi batik tapi juga berbagai bentuk kerajinan seperti seni ukir, anyaman, tenun dan lain-lain. Priska mengatakan Astra membantunya melakukan ekspor ke Jepang.
Sebagai informasi, Samarinda menjadi kota ketiga pelaksanaan Bincang Inspiratif 15th SATU Indonesia Awards 2024, setelah sebelumnya dilaksanakan di Bengkulu dan Kendari. Acara ini bertujuan untuk menjaring generasi muda yang memiliki kontribusi sosial berkelanjutan dan berdampak positif bagi masyarakat sekitar dalam bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi.
"Saya melihat tidak ada kursi kosong, terus kemudian saya berharap banyak yang daftar. Dengan banyak yang daftar kemungkinan lebih tinggi, jadi saya berharap yang dapat apresiasi SATU Indonesia Awards salah satu dari kalian yang hadir hari ini," kata juri SATU Indonesia Awards sekaligus Founder dan CEO Young On Top Billy Boen,.
Chief of Corporate Affairs Astra Riza Deliansyah berharap melalui sosialisasi dalam bentuk Bincang Inspiratif 15th SATU Indonesia Awards 2024 dapat menemukan semakin banyak anak bangsa yang tak kenal lelah dalam memberi manfaat demi terciptanya kehidupan berkelanjutan untuk hari ini dan masa depan Indonesia.