REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Direktur Strategi, Portofolio, dan Merger & Akuisisi PT Pertamina (Persero), A Salyadi Dariah Saputra, mengungkapkan komitmen Pertamina untuk mencapai target nol emisi metana pada tahun 2030. Salyadi memaparkan berbagai langkah strategis yang telah dilakukan Pertamina, termasuk upaya pengurangan emisi metana melalui inisiatif lingkungan yang ketat dan kolaborasi dengan mitra internasional.
"Pertamina berambisi untuk menjadi perusahaan energi terkemuka tidak hanya di Indonesia dan dikenal sebagai perusahaan yang ramah lingkungan, perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial, dan perusahaan yang memiliki tata kelola yang baik," kata Salyadi di Paviliun Indonesia di Pertemuan Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan, Kamis (14/11/2024).
Ia menambahkan sebagai perusahaan migas terbesar di Indonesia, Pertamina terus berupaya menjadi pelopor dalam penerapan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) yang baik. Hal ini terlihat dari skor ESG Pertamina sebesar 20,7 oleh Sustainalytics pada tahun lalu, menjadikannya salah satu yang terendah di dunia untuk perusahaan migas terintegrasi.
Dalam presentasinya, Salyadi menjelaskan Pertamina telah menetapkan baseline emisi metana pada tahun 2021 sebesar 2,16 juta ton setara CO2, di mana 74 persen dari total emisi tersebut dihasilkan dari kegiatan flaring (pembakaran gas) dan venting (pembuangan gas tanpa pembakaran).
Sejalan dengan komitmen World Bank Zero Routine Flaring Initiative, Pertamina menargetkan untuk mencapai nol emisi dari kegiatan pembakaran rutin di seluruh kegiatan operasionalnya pada 2030. “Hasilnya, kami berharap mampu menurunkan emisi metana hingga 40 persen dari baseline 2021,” ujar Salyadi.
Pertamina juga aktif bekerja sama dengan berbagai pihak dalam mendukung inisiatif pengurangan emisi metana. Selain bermitra dengan Bank Dunia, Pertamina turut berkolaborasi dengan JOCMEC (Japan, oil, gas and metal corporation), perusahaan minyak dan gas ASEAN dalam ASEAN Council on Petroleum, USAID, dan penyedia teknologi terkait. Dengan kolaborasi yang solid, Pertamina berharap dapat meningkatkan efektivitas dalam memantau dan mengurangi emisi metana dari aset operasionalnya.
“Kami sadar bahwa inisiatif ini membutuhkan kolaborasi. Kami tidak bisa melakukannya sendirian,” ujar Salyadi. Untuk memastikan target tersebut tercapai, Pertamina telah mengembangkan pelaporan aset, kategorisasi emisi, dan mengimplementasikan program leak detection and repair (LDAR) guna meminimalkan kebocoran.
Melalui LDAR, Pertamina berhasil mendeteksi dan memperbaiki kebocoran di terminal minyak mentah di Lawelawe, Kalimantan Timur, dari 340 ton emisi metana per tahun menjadi hanya 16 ton setelah perbaikan.
Dalam mendukung komitmen ini, Pertamina juga melakukan studi bersama JOGMEC untuk mengukur emisi metana di kilangnya di Donggi, Matindok, dan J.O.B. Tomoro. Studi ini mencakup berbagai aspek seperti pengukuran emisi, kuantifikasi, pelaporan, hingga perbaikan pembakaran, sebagai bagian dari upaya Pertamina dalam memastikan akurasi data emisi metana dan merumuskan langkah-langkah mitigasi yang tepat.
Komitmen Pertamina dalam hal ini juga tercermin dari keaktifannya dalam berbagai organisasi internasional yang mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca. Pada Mei 2024, Pertamina menandatangani piagam dekarbonisasi minyak dan gas, OGMP 2.0.
Perusahaan juga mengumumkan program kepemimpinan metana bersama Petronas, BTTEP, dan organisasi ASCO, menunjukkan keseriusan untuk berkontribusi dalam upaya global mengurangi emisi metana. Salyadi menegaskan bahwa kolaborasi antara berbagai pihak sangat penting untuk mencapai target ini.
“Pengelolaan emisi metana dan keberlanjutan memerlukan kerja sama tidak hanya dari Pertamina, tetapi juga pemerintah dan komunitas global,” katanya.
Ia berharap melalui upaya bersama, kontribusi untuk menanggulangi perubahan iklim dapat diperkuat, serta menjadikan emisi metana sebagai salah satu fokus dalam mitigasi perubahan iklim global. Sebagai bagian dari komitmen keberlanjutannya, Pertamina berencana untuk terus melakukan peningkatan dalam aspek pelaporan dan transparansi emisi.
Perusahaan juga akan terus mengembangkan teknologi pengelolaan emisi yang lebih canggih guna memastikan target-target lingkungan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Inisiatif yang telah dilakukan Pertamina, seperti pengurangan emisi flaring secara signifikan dari 45 juta standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD) pada tahun lalu menjadi 32 MMSCFD, merupakan bukti nyata dari kemajuan yang dicapai dalam mencapai target 2030.
Dengan langkah-langkah yang jelas dan kolaborasi yang erat, Pertamina optimis bahwa komitmennya terhadap nol emisi metana pada 2030 dapat terealisasi.