Jumat 26 Sep 2025 10:56 WIB

Bakti Santri, MQK dan Diplomasi Non-Blok Kultural untuk Palestina

MQK memainkan peran simbolik.

Seorang peserta tampil pada acara Musabaqah Qira
Foto: Republika/Edi Yusuf
Seorang peserta tampil pada acara Musabaqah Qira

Oleh : Fadhly Azhar, Santri Penulis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia memiliki cara unik dalam berbicara tentang perdamaian dunia. Tidak melulu lewat meja perundingan di forum internasional, tapi juga melalui khazanah intelektual pesantren yang diwariskan turun-temurun: kitab kuning. Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Internasional yang akan digelar tahun 2025 bukan sekadar lomba membaca teks klasik. Ia adalah arena kultural yang meneguhkan posisi Indonesia sebagai jembatan peradaban sekaligus suara moral dunia Islam.

Mengapa penting?

Karena kitab kuning tidak hanya mengajarkan fiqh, tauhid, dan akhlak, tapi juga merawat tradisi berpikir kritis yang menimbang maslahat dan keadilan. Dalam dunia yang penuh konflik, tradisi ini sebetulnya menawarkan alternatif: penyelesaian damai berbasis hikmah, bukan kekerasan.

Baca Juga

Dari Pesantren ke Diplomasi Non-Blok

Indonesia punya sejarah panjang menggabungkan kekuatan moral dengan politik global. Pada era Soekarno, diplomasi Non-Blok menjadi kanal perjuangan Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah, termasuk Palestina. Pidato-pidato Bung Karno menggema dengan pesan bahwa perdamaian sejati hanya lahir dari keberanian melawan penjajahan.

Kini, semangat itu bisa diperkaya dengan wajah kultural: MQK. Bayangkan, pesantren di pelosok Indonesia yang dulu dianggap 'tradisional' kini hadir di panggung internasional, menggaungkan bahwa Islam Nusantara punya kontribusi dalam menyalakan lilin perdamaian. Diplomasi Non-Blok yang dulu bersifat politik kini menemukan energi baru lewat diplomasi Non-Blok kultural.

Palestina, Luka Dunia yang harus segera Sembuh

Setiap kali kita bicara soal perdamaian, Palestina menjadi uji lakmus apakah dunia sungguh-sungguh adil. Tragedi berkepanjangan yang menimpa rakyat Palestina bukan hanya isu politik, tapi juga tragedi kemanusiaan yang terus menganga. Indonesia konsisten menyuarakan kemerdekaan Palestina di forum internasional, tapi suara itu butuh 'ruh' agar tidak terdengar formalistik.

Di sinilah MQK memainkan peran simbolik. Santri yang membaca kitab kuning tentang ‘adl (keadilan) dan hurriyah (kemerdekaan) sesungguhnya sedang menghidupkan kembali basis teologis perjuangan itu. Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga benteng moral yang mengingatkan dunia: penjajahan, dalam bentuk apapun, bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan agama.

Diplomat Santri: Dari Pesantren Untuk Dunia

Fakta empiris menunjukkan bahwa santri kini melangkah lebih jauh, dari penghafal kitab kuning menjadi diplomat santri. Pada 2018, Kementerian Luar Negeri di Universitas Darusslam Gontor meluncurkan program Diplomat Nyantri, yang mempertemukan 47 diplomat RI dengan dunia pesantren. Para diplomat belajar langsung tentang Islam klasik agar mampu membawa wajah Islam Nusantara yang damai ke panggung global.di hati kita masing-masing.

Pada Tahun 2024, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI dan Nahdlatul Ulama (NU) juga melakukan kolaborasi dalam diplomasi perdamaian internasional melalui inisiatif seperti Humanitarian Islam, dialog antaragama, dan forum internasional. Kemenlu memuji peran NU dalam mempromosikan Islam yang rahmatan lil 'alamin dan menyelaraskan agenda global NU dengan kebijakan luar negeri pemerintah. NU juga berperan melalui forum International Conference of Islamic Scholars (ICIS) serta melalui para santri, menyebarkan narasi perdamaian dan melawan ekstremisme di berbagai belahan dunia.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement