JAKARTA--Pengamat Hukum dari Universitas Indonesia (UI), Rudi Satrio mengatakan bahwa keputusan hakim PN Selatan untuk memenangkan gugatan kuasa hukum Anggodo Wijaya tak tepat. Anggodo, menurut Rudi, tak berhak mengajukan gugatan karena tak memiliki kapasitas sebagai penggugat.
"Anggodo bukan pihak ketiga yang berkepentingan dalam kasus ini karena kalau benar ada pemerasan oleh pimpinan KPK, yang jadi korban adalah Anggoro (abang Anggodo). Karena yang dipakai membayar adalah uangnya Anggoro dan Anggodo hanya sebagai pengacara," ujar Rudi Satrio saat dihubungi Republika, Senin petang (19/4).
Dengan statusnya yang bukan korban, Anggodo semestinya tak memiliki legal standing dalam kasus ini. Dengan demikian, lanjut Rudi, Anggoda mestinya tak bisa mengajukan gugatan.
Sementara dalam sidang Senin siang, hakim Nugraha Setiadji mengatakan bahwa Anggodo memiliki legal standing sebagai korban dan bisa mengajukan gugatan.
Kesalahan hakim yang kedua, menurut Rudi, adalah menganggap Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) melawan hukum karena didasari alasan-alasan sosiologis. Menurut Rudi jaksa punya hak menghentikan penuntutan jika dinilai mencederai kepentingan masyarakat banyak. "Dalam SKPP, Kejaksaan sudah tepat. Jaksa bisa menghentikan perkara untuk melindungi kepentingan umum," kata dia.
Oleh karena itu, menurut Rudi, kejaksaan harus mengajukan banding atas keputusan hakim yang memerintahkan mereka mencabut SKPP dan mengajukan kembali kasus Bibit-Chandra ke pengadilan. Ia juga menegaskan bahwa keputusan yang diambil hakim tersebut belum final. Demikian pula, status hukum mereka-mereka yang terlibat kasus ini belum berubah.