JAKARTA – Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) menyatakan menerima dan menghormati hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama. Hal itu meski KWI sebetulnya sependapat dengan pemohon uji materi yang menginginkan UU tersebut dicabut.
‘’Ya meskipun itu berbeda dengan pendapat kita ya inilah putusan. Kita harus menghormati,’’ kata Perwakilan KWI Rudi Pratikno kepada Republika usai pembacaan putusan UU PPA di Gedung MK, Senin, (19/4).Menurut Rudi, berdasarkan peraturan berlaku, MK berhak memberikan putusan gugatan uji materi tentang bertentangan tidaknya suatu UU dengan UUD 1945. Karena itu, KWI menghormati kewenangan dan putusan MK tersebut. ‘’Ini memang kerwenangan dari mahkamah konstitusi,’’ katanya.
Mengenai langkah selanjutnya, Rudi menyebutkan, KWI belum membahasnya. Sikap KWI saat ini adalah hanya menerima dan menghormati putusan MK tersebut. ‘’Belum ada rencana melakukan langkah lain,’’ ujarnya.
Isi putusan MK menyebutkan, KWI sempat memberikan keterangan tertulis tentang sikap atas UU PPA tertanggal 10 Februari 2010. Keterangan menyebutkan UU PPA telah berusia cukup lama dan masyarakat telah mengalami perubahan budaya cukup panjang. Karena itu, terdapat beberapa pasal dalam UU PPA yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Salah satunya adalah pasal 1 UU PPA yang dianggap bertentangan dengan 28E ayat (2) dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 karena melawan HAM.
Pasal 28E menyebutkan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 28I menyebutkan hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun