REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis, menyarankan Presiden SBY untuk mengeluarkan Keputusan Presiden baru terkait status Jaksa Agung Hendarman Supandji. Hal ini, menurut Margarito, penting untuk menyelesaikan polemik tentang legalitas Jaksa Agung yang tengah diperdebatkan belakangan. "Yang paling mungkin sekarang adalah Presiden terbitkan Keputusan Presiden yang baru untuk memberhentikan Hendarman dan kalau masih memerlukan tenaganya lagi, segera diangkat kembali," ujar Margarito saat dihubungi, Senin (5/7).
Ia berpendapat bahwa status Jaksa Agung bukan hanya masalah keteledoran administrasi. Hal itu kata dia adalah bentuk ketaktertiban konstitusional. Ia beranggapan bahwa jaksa Agung semestinya memang diberhentikan terlebih dahulu, dan diangkat lagi bersamaan dengan pelantikan menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.
Lebih jauh, Margarito berpendapat bahwa tak legalnya status Jaksa Agung ini membuat tindakan hukum oleh kejaksaan menjadi tidak absah juga. Pasalnya, seluruh pemegang fungsi kejaksaan se-Indonesia menerima surat pengangkatannya dari jaksa Agung.
"Jaksa Agung adalah penanggung jawab tertinggi fungsi Kejaksaan. Seluruh pejabat di kejaksaan bertanggung jawab secara hierarkis kepada Jaksa Agung.Jadi kalau mereka diangkat oleh orang yang jabatannya tidak sah, tidak bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya," jelasnya.
Sementara, pendapat sebaliknya dinyatakan oleh Pakar Hukum tata Negara Irman Putra Sidin. Menurut dia, jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji adalah sah. "Dalam kepres pengangkatan Hendarman dahulu (2004) tidak disebutkan batas waktu jabatannya, jadi sah-sah saja kalau ia terus menjabat," kata Irman.
Kata dia, jabatan Jaksa Agung juga adalah jabatan politis yang merupakan hak prerogatif Presiden. Dari itu, adalah hak Presiden memutuskan status Jaksa Agung. Terlebih lagi, ia mengatakan bahwa Jaksa Agung bukan termasuk dalam anggota kabinet. Dengan demikian, ia tak harus diberhentikan atau diangkat bersamaan dengan kabinet.
Pasal status Jaksa Agung ini diungkit lagi oleh mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra saat dipanggil sebagai tersangka dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Departemen Hukum dan HAM, Kamis pekan lalu. Yusril menolak diperiksa saat itu karena menganggap status Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung adalah ilegal.