REPUBLIKA.CO.ID,Menteri Agama dan juga Ketua Umum DPP-PPP Suryadharma Ali menginstruksikan kepada seluruh jajaran DPP PPP, DPW PPP dan DPC PPP agar memasang Bendera Merah putih dan Bendera PPP setengah tiang selama tiga hari (11-12 Juli 2010) atas wafatnya tokoh pendiri PPP, mantan Ketua PBNU, Ketua MPR/DPR KH Dr Idham Chalid.
"Kami menginstruksikan agar pemasangan bendera setengah tiang itu dilakukan di kantor DPP PPP, DPW PPP dan DPC PPP se- Indonesia, serta di rumah kediaman tokoh-tokoh PPP selama tiga hari mulai 10-12 Juli 2010," kata Suryadharma Ali di Jakarta, Minggu.
Dia juga menginstruksikan jajaran PPP mulai pusat hingga DPW/DPC PPP menyelenggarakan shalat Ghaib dan tahlilanserat membuat spanduk duka cita atas kepergian tokoh nasional KH Idham Chalid.
Suryadharma mengatakan bangsa Indonesia kembali kehilangan tokoh besar dengan wafatnya mantan Ketua PBNU dan Ketua MPR/DPR KH Dr Idham Chalid di Jakarta, Minggu, dalam usia 88 tahun.
"Beliau adalah tokoh panutan. Bukan hanya keluarga besar PPP yang kehilangan, tapi seluruh bangsa Indonesia," katanya.
Suryadharma Ali menegaskan Idham Chalid adalah tokoh bangsa, tokoh agama, tokoh organisasi besar Nahdlatul Ulama (NU), dan juga deklarator sekaligus pemimpin partai, Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pengabdian dan jasa yang telah diberikan oleh putra kelahiran Setui, Kalimantan Selatan 27 Agustus 1922 ini tak akan pernah dilupakan oleh bangsa dan negara ini, katanya.
Menurut buku Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid yang disunting oleh Arief Mudatsir Mandan, kiprah dan peran Idham Chalid tergolong istimewa.
Bekas Ketua Partai Masyumi Amuntai, Kalimantan Selatan ini, dalam Pemilu 1955 berkampanye untuk Partai NU. Dan hasilnya ia menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali-Roem-Idham, dalam usia yang masih sangat belia, 34 tahun.
Sejak itu, Idham Chalid terus- menerus berada dalam lingkaran kekuasaan. Di organisasinya, ia dipercaya warga nahdliyyin untuk memimpin NU di tengah" cuaca politik" yang sulit, dengan memberinya kepercayaan menjabat sebagai Ketua Umum Tanfidziah PBNU selama 28 tahun (1956-1984).
Di samping berada di puncak kekuasaan pimpinan NU, ia juga dipercaya menjadi Wakil Perdana menteri II dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo (PNI), 1956-1957. Saat kekuasaan Bung Karno jatuh pada 1966, Idham Chalid yang dinilai dekat dengan Bung Karno ini tetap mampu bertahan.
Bahkan oleh Presiden Soeharto, ia dipercaya menjadi Menteri Kesejahteraan Rakyat (1967-1970), Menteri Sosial Ad Interim (1970-1971) dan setelah itu Ketua MPR/DPR (1971-1977) dan Ketua DPA (1977-1983).
Ketika partai-partai Islam berfusi dalam Partai Persatuan Pembangunan, pada tanggal 5 Januari 1973, bekas guru agama Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur ini menjadi ketua, sekaligus Presiden PPP.
Sementara dari sisi wawasan keilmuwan dan kemahiran, sosok Idham Chalid dikenal sebagai ulama yang mahir berbahasa Arab, Inggris, Belanda, dan Jepang.
Ia juga menyandang gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo. Sungguh Idham Chalid merupakan khazanah yang tak ternilai bagi bangsa ini, khususnya PPP, tulis buku yang diterbitkan Pustaka Indonesia Satu itu.