Selasa 13 Jul 2010 07:26 WIB

Aktivis ICW Temukan Kejanggalan Kehadiran TR

Rep: wul/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Aktivis Indonesia Corruption Watch Tama Satrya Langkun mengaku ada ketidaksinkronan beberapa keterangan pengemudi Avanza, Thoriq dengan kronologi peristiwa naas yang dialaminya.

"Ada beberapa keterangan yang menurut saya tidak match dengan yang saya alami. Dia bilang, kejadiannya lima menit dan sempat mendengarkan 1,5 lagu. Saya merasa kejadiaannya semenit dan cepat sekali dan beberapa pukulan yang diterima. Kalau lima menit bisa hancur badan saya," jelas Tama di RS Asri, Duren Tiga, Jaksel, Senin (12/7).

Tama juga menilai, keterangan Thoriq agak berlebihan saat ia mengatakan melihat ada salah satu dari pemukul itu ingin menancapkan samurai ke tubuh Tama dan ingin membunuh. Dari analisanya, misalnya si penyerang berniat membunuhnya, pukulan pertama yang dirasakannya di leher kiri diganti benda tajam, maka akan langsung terputus leher. "Tetapi dia bilang malah ada yang berusaha menancapkan samurai," ujar Tama.

Keterangan Thoriq lainnya yang berusaha ditepis Tama terkait nomor polisi motor penyerangnya. TR melihat motor itu tidak berplat nomor. Padahal dari penilaian Tama, jika penyerangnya berniat mengintai, tapi tak ada plat nomor motornya akan mengundang kecurigaan polisi.

Tama juga menyanggah jumlah motor yang digunakan pelaku penyerangan. "Dia bilang empat motor, tetapi saya lihat dua motor," kata Tama. Begitu pula pengakuan Thoriq jika ia ikut membantu Tama dengan menabrak motor. Keterangan ini langsung dibantah tegas oleh Tama bahwa Avanza tak menabrak motor. "Saya tidak melihat dia menabrak motor," tegas Tama.

Sementara itu, hingga hari kelima, Tama banyak dikunjungi pemimpin negara, para pejabat, anggota dewan, maupun sejawat aktivis. Kali ini Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto datang sekitar pukul 10.30 WIB. Mantan Kapolda Kalimantan Timur ini menilai penyerangan terhadap Tama merupakan tindak pidana. "Polisi harus menyelidiki dan membawa kasus ini ke pengadilan. Apa motifnya dan siapa pelakunya," papar Bibit.

Bibit menilai,peristiwa ini bisa menjadi lecutan bagi masyarakat antikorupsi untuk menggugah keberanian.  "Mereka terpanggil untuk mendandani bangsa ini dan itu pasti semangatnya," ujarnya.

Sebanyak delapan nggota Kaukus Antikorupsi DPD RI pun turut memberikan dukungannya di RS Asri. Salah satunya I Wayan Sudirta. Ia meyakini, di balik peristiwa penyerangan ini ada peran orang kuat. "Betapa sulit mengungkap kasus ini. Teroris saja bisa diungkap. Saya yakin di belakang ini ada orang-orang kuat," jelas Wayan.

Setelah itu datang juga enam anggota Fraksi PDI Perjuangan. Di antaranya Gayus Lumbuun, Rieke Dyah Pitaloka dan Indah Kurnia. Mereka senada mendesak kepolisian segera menuntaskan kasus penyerangan pada Tama dan rekening gendut perwira tinggi.

Pernyataan para tokoh yang membesuk Tama ternyata dikritisi oleh Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah. "Kami mengapresiasi dan menghargai setiap tamu yang datang. Jika yang datang adalah kalangan civil society, tentu itu kami pahami sebagai keprihatinan. Sedangkan jika kelompok politik yang datang, kita berharap tidak hanya jadi perebutan citra politik," cetusnya.

Ia mencontohkan, kedatangan Presiden SBY, akan sangat berarti jika setelah ini ada tindakan konkret. Yakni melalui pembersihan di struktur kepolisian seperti pembentukan tim gabungan.

Penekanannya, imbuh Febri, tim tersebut seperti tim audit kekayaan kekayaan jenderal polisi. "Jadi, konkretnya, dengan kewenangan ini bisa menembus data PPATK, Ditjen Pajak, dan LHKPN kekayaan para jenderal," harap Febri. Setelah kekayaan dipetakan, kemudian diklarifikasi kebenaran setiap laporan pajak dan LHKPN. Dari sini bisa diketahui, apakah kekayaan berasal dari penghasilan yang sah atau tidak.

Jika ini dilakukan,ujar Febri,bisa menjadi titik awal bagi Presiden untuk menjalankan tugasnya melakukan pembersihan institusi penegak hukum. "Kami pesimistis Polri bisa menyelesaikan persoalan di lembaganya sendiri," ujarnya.

Sementara itu, sosok pengemudi Avanza, Thoriq masih menjadi teka-teki. Pasalnya,ia tak mau menjelaskan identitas sebenarnya serta memberikan keterangan tentang kronologi peristiwa yang janggal. Dari hasil penelusuran ICW, Thoriq tinggal di Jalan JOE Nomor 58 RT 2 RW 3,Jagakarsa, Jaksel. Ia tercatat sebagai karyawan swasta PT Sutjiati Bhakti, Jalan Veteran Nomor 35, Kalibata. Ayahnya bernama Miskan dan ibunya Tauwilah. Pekerjaan mereka di bidang katering dan laundry rumah sakit.

Tapi, terendus pula Thoriq menjadi anggota sebuah pasukan khas TNI AD serta anggota sebuah ormas kepemudaan. Saat dikonfirmasi, ayah Tama, Budi Langkun yang juga aktif di ormas tersebut mengaku tidak mengenali wajah Thoriq sebelumnya. "Saya tidak kenal," ujarnya. Tapi ia yakin jika para pejabat Polri bisa segera mengungkap kasus ini. Namun, ia khawatir sosok TR atau Thoriq aka mengaburkan pengusutan kasus penyerangan anaknya. Pasalnya, konologinya simpang siur.

TR tampil di muka wartawan dalam pertemuan di Cilandak Town Square, Sabtu malam (10/7). Pria yang hanya mengungkapkan namanya adalah TR ini menegaskan dia bukan bagian dari pelaku. Saat di-BAP polisi dia juga mengaku enggan mengungkapkan identitasnya. Tapi, ia melayangkan protes pada Tama dan media jika terkesan ia yang mencelakai Tama dan berkomplot dengan para penyerang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement