REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengimbau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera mengevaluasi peraturan daerah (perda) yang menghambat HAM dan kebebasan beragama. Kewenangan itu sudah diatur dalam Undang Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
"Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan salah satu kewenangan mendagri adalah melakukan revisi perda," ujar Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim seusai mengisi Seminar Nasinal HAM, Kerukunan Kehidupan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia, di Hotel Sultan, Kamis (29/07).
Dia melihat beberapa waktu yang lalu Kemendagri pernah melakukan evaluasi terhadap perda-perda yang menghambat investasi di daerah. Seperti misalnya tentang iuran yang dikeluhkan banyak perusahaan di daerah.
Perda yang bermasalah ini, menurut Ifdhal, tidak hanya dari sisi menghambat investasi saja. Tetapi ada banyak perda yang terbit namun tidak kondusif untuk memelihara kerukunan umat beragama atau kehidupan bersama dalam konteks negara hukum Indonesia. "Mendgari tidak begitu aware bahwa berkembang perda yg menonjolkan kelokalan di daerah itu. Perda yang mengutamakan penduduk mayoritas," katanya.
Ifdhal kemudian mencontohkan perda yang sempat dikeluarkan Tangerang, tentang larangan perempuan keluar malam. Atau beberapa perda di Sumatera Baray yang substansinya mendiskriminasikan warga setempat.
Dia berharap perda yang bermasalah dari sisi HAM ini penyelesaiannya tidak diserahkan ke masyarakat saja, melalui uji materi di Mahkamah Agung. "Kalau ditangani Mendagri kan lebih cepat prosesnya," ujarnya.
Sementara itu di Kantor Kemendagri, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Saut Situmorang, mengatakan, bahwa masyarakat bisa memberikan informasi pada Kemendagri terkait perda yang diduga bermasalah. Karena sesuai peraturan, ada waktu tujuh hari sejak perda itu disahkan untuk bisa dievaluasi oleh pemerintah pusat. "Tidak salah kalau warga masyarakat menginformasikan kepada pemerintah tentang keberadaan dari satu perda yang diduga bertentangan dengan peraturan perundangan atau kepentingan msayarakat luas," jelasnya.
Tentang pengawasan perda, memang sudah menjadi tanggung jawab Kemendagri untuk melakukan evaluasi. Bahkan ada kewenangan untuk membatalkannya. Bagi semua perda, ada dua kriteria perda tersebut dinyatakan bermasalah.
Kriteria pertama, kesesuaian dari substansi materi perda dengan pengaturan dalam perundangan yang lebih tinggi. Kriteria kedua, kesesuaian substansi materi perda dengan kepentingan umum atau masyarakat luas. "Ketika substansi materi suatu perda menguntungkan kelompok kecil saja tetapi justru merugikan bagi masyarakat luas, maka pemerintah juga berkewajiban mengingatkan bahkan bisa sampai membatalkan perda yang bersangkutan," kata Saut.