REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dakwaan keterlibatan dua anggota FPI dalam kasus teroris di Aceh membuat ketua FPI, Habib Muhsin Ahmad Alatas angkat bicara. Ia mengatakan hal tersebut merupakan terorisasi umat Islam. "Ini skenario polisi saja itu," katanya saat dihubungi Republika pada Kamis, (25/8).
Menurutnya, penangkapan dua anggota FPI itu merupakan proyek. "Mereka (Densus 88 dan kepolisian) sudah nggak ada kerjaan, dan kita sudah banyak tahu yang mereka sembunyikan," katanya. Ia mengakui sudah mengetahui jika kedua anggota FPI itu didakwa terlibat terorisme. "Secara intern sedang dibicarakan," katanya. Meski mereka direkrut atas nama pribadi, namun secara organisasi, FPI tetap akan berbicara mengenai hal ini.
Tindakan yang akan dilakukan adalah mencoba mendesak DPR untuk memanggil orang-orang yang sekiranya terlibat dalam skenario penangkapan terorisme di Aceh, seperti Densus 88 dan Kepolisian. Seperti diberitakan sebelumnya, dua anggota FPI, Muktar dan Abu Rimba didakwa terlibat dalam pelatihan militer di Aceh. Tepatnya di Pegunungan Jalin Janto, Aceh Besar.
Abu Rimba dikenakan UU Nomor 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana teroris dan pasal 15 jo pasal 9 UU yang sama. Dalam pelatihan militer yang dilakukan, ia didakwa menggunakan berbagai senjata seperti M-16 dan AK-47. Maka, Abu Rimba pun didakwa melanggar ketentuan pasal 1 ayat 1 UU Darurat Nomor 10 Tahun 1952 tentang senjata api.
Sementara itu, Muktar menjadi terdakwa dengan ancaman hukuman terberat yaitu hukuman mati. Sebab, ia telah melemparkan granat ke kantor UNICEF di Aceh. Selain itu, ia juga menembak Dr Erhard Bauer yang merupakan Ketua Palang Merah Jerman di Banda Aceh. Tak hanya itu, ia juga terlibat dalam penembakan terhadap rumah yang ditempati warga negara asing asal Amerika Serikat yaitu Michelle Laila Ahmad dan Sarah Ditz Willis. Dalam aksinya, ia menggunakan satu buah granat dan satu buah senjata api jenis revolver SMW jenis Cold dengan 19 peluru.
Sidang terhadap 23 teroris Aceh berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis, (25/8). Sidang ini terbagi dalam enam berkas dengan sembilan persidangan. Namun, hanya 21 teroris yang bisa disidangkan hari itu.