Sabtu 11 Sep 2010 08:30 WIB

Open House Istana Diminta Tokoh Tunanetra untuk Dikaji Ulang

Red: Krisman Purwoko
Sejumlah petugas medis dari Palang Merah Indonesia berada di samping keranda mati di atas mobil ambulance yang berisi jenazah salah seorang warga atas nama Joni Malela (45) yang meninggal dunia akibat berdesakan saat antri di pintu gerbang Sekretariat Nega
Foto: antara
Sejumlah petugas medis dari Palang Merah Indonesia berada di samping keranda mati di atas mobil ambulance yang berisi jenazah salah seorang warga atas nama Joni Malela (45) yang meninggal dunia akibat berdesakan saat antri di pintu gerbang Sekretariat Nega

REPUBLIKA.CO.ID,BEKASI--Tokoh tunanetra Indonesia, Dr. Saharuddin Daming, meminta agar pemerintah mengkaji ulang open house di istana dengan cara bagi-bagi uang yang menjadi "magnet" bagi tunanetra lain."Kita tengah mengubah paradigma penanganan tunanetra dari semula `charity base` menjadi `human right base` hingga cara-cara bagi-bagi uang pada `open house` akan memunculkan pengemis berkedok silaturahmi," kata Saharuddin yang juga anggota Komnas HAM RI itu, kepada ANTARA, Jumat.

Saharuddin menyatakan sangat menyesalkan dan turut berlangsungkawa atas meninggalkan seorang tunanetra Joni Malela (45), warga Bogor, saat berdesakan untuk bersilaturahmi dengan Presiden di pintu masuk sekretariat negara.

Mantan advokat yang juga seorang tunanetra itu menegaskan perlu ada suatu model yang lebih menjamin bantuan terhadap tunanetra misalnya antara martabat dengan murni silaturahmi dengan tetap mengutamakan kemananan."Saya berpendapat memberikan uang saat silaturahmi tidak perlu lagi dilakukan. Kalaupun mau membantu penyandang cacat sebaiknya dalam bentuk lain yang lebih terhormat," ujarnya.

Ia menegaskan motivasi presiden mulia dan patut di contoh banyak orang di tengah rendahnya kepedulian. "Namun tatacaranya tentu tidak mesti dengan uang tunai yang berdampak pada hilangnya nyawa," katanya.