REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Metode kunjungan kerja ke luar negeri dipandang sudah ketinggalan zaman. Di era teknologi tinggi ada banyak cara murah untuk mendapatkan informasi dari luar negeri.
Pengamat kebijakan publik dari UGM, Erwan Agus Purwanto, mengatakan sudah banyak contoh pemanfaatan teknologi yang seharusnya bisa dilakukan dewan.
‘’Di kampus, kami berdiskusi dengan dosen dari universitas luar lewat skype,’’ kata Erwan, Jumat (17/9).
Melalui metode konferensi video berbasis internet, ujar Erwan, yang biayanya sangat terjangkau, kampus melakukan interaksi dengan pihak di luar negeri. ''Tentu yang dibutuhkan ilmu atau datanya,'' jelasnya.
Tanpa perlu menginjakkan kaki ke luar negeri, anggota dewan dinilai bisa melakukan riset demi kebutuhan perampungan undang-undang dan lewat tukar menukar presentasi atau paparan dengan pihak di luar negeri. Doktor di bidang sosial dari University of Amsterdams ini mengatakan, masih banyak lagi metode perolehan data yang biayanya rendah.
Ketimbang melalukan riset sederhana di luar negeri, Erwan meyakini penelitian lewat korespondensi surat elektronik serta pembahasan melalui konferensi video itu akan menghasilkan data yang lebih banyak. Staf ahli anggota dewan seharusnya juga dimanfaatkan untuk mempersiapkan data dan bahan yang dibutuhkan. Sebab anggota dewan memiliki fungsi yang lebih politis daripada mengumpulkan data.
Erwan juga menyangsikan kunjungan kerja bisa memberi cukup masukan bagi anggota dewan dalam merumuskan undang-undang. Apalagi dalam membuat undang-undang Erwan melihat dewan kerap mereduksi filosofi undang-undang. ‘’Yang lebih dipikirkan hal-hal teknis sehingga filosofi utama dari dibuatnya sebuah undang-undang justru tidak tercapai,’’ katanya.
Kritik yang tidak digubris dewan otomatis mencoreng integritas DPR sebagai lembaga. Erwan mengatakan, saatnya dewan mendengarkan kritik masyarakat. ‘’Saya setuju kalau kunjungan kerja dikritik. Ini pemborosan anggaran. Penggunaan anggaran yang tidak efektif dan efisien,’’ tandasnya.