REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tidak kunjung dibahasnya Rancangan Undang-undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) akan memberi dampak pada penetapan upah minimum tenaga kerja Indonesia yang bekerja sebagai PRT.
''Negara tujuan TKI PRT selalu mempertanyakan tentang pengaturan upah minimal bagi PRT di Indonesia,'' tutur Koordinator Jaringan Nasional Advokasi PRT, Lita Anggraini kepada Republika, Senin (20/9).
Negara penempatan TKI, jelas Lita, selalu berdalih bahwa sistem pengupahan di Indonesia untuk PRT diserahkan kepada sistem pasar di mana majikan yang menentukan upah.''Pemerintah untuk ini harus menunjukkan komitmen jika mengatakan negara tujuan TKI kejam. Padahal di dalam negeri sendiri juga sama kejamnya pada PRT,'' tutur dia.
Sebelumnya Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah memaparkan bahwa memorandum of understanding (MOU) atau nota kesepahaman antara Malaysia dan Indonesia tentang penetapan upah minimal TKI belum dipenuhi. Hal ini salah satunya karena belum ada perangkat peraturan yang mengatur tentang upah PRT di Indonesia.
''Hampir 90 persen TKI yang berangkat ke negara tujuan bekerja di sektor domestik sebagai PRT,'' tutur Anis. ''Nasib mereka ini pun sangat ditentukan oleh regulasi di dalam negeri.''
Jika ingin nasib upah mereka diperhatikan oleh negara penempatan, kata Anis, seyogianya Pemerintah Indonesia serius untuk membahas RUU PRT. ''Jika tidak serius membahas RUU PRT maka MOU antara Malaysia dan Indonesia tentang penetapan upah minimal akan sulit dicapai,'' tegasnya.