REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING--Memberikan hadiah Nobel Perdamaian kepada seorang narapidana Cina menunjukkan rasa tidak hormat terhadap sistem hukum China, kata pemerintah China, Selasa (12/10). Pemerintah lebih lanjut mengecam hadiah yang mengobarkan ketegangan menyangkut isu hak asasi manusia (HAM).
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Ma Zhaoxu mengatakan hadiah yang diberikan kepada Liu Xiaobo, tidak akan mengganggu sistem politik Cina, dan menegaskan bahwa hadiah itu mencederai hubungan dengan Norwegia, tempat komite hadiah Nobel itu bermarkas. "Pemberian hadiah Nobel Perdamaian kepada narapidana menunjukkan kurangnya rasa hormat kepada sistem hukum China," kata Ma dalam jumpa pers rutin di Beijing.
China telah mengecam pemerintah Norwegia yang tidak berkomentar mengenai pemberian hadiah itu dan membatalkan pertemuan yang sedianya akan dilakukan dengan Menteri Perikanan Norwegia. "Pemerintah China dan rakyatnya memiliki alasan untuk menyatakan ketidakpuasannya," kata Ma.
Ia menambahkan, Norwegia telah merusak hubungan kedua negara dengan memberikan dukungan terhadap keputusan komite Nobel itu. Para diplomat Uni Eropa serta Australia dan Swiss gagal menemui istri Liu, Liu Xia, di kediamannya di bagian Barat Beijing pada Senin (11/10). Kedutaan Besar AS mendesak Cina untuk mencabut segala pembatasan terhadap Liu Xia dan sebelumnya Presiden AS Barack Obama menyerukan untuk pembebasan Liu Xiaobo.
Ketika ditanya tentang komentar Obama, Ma mengatakan bahwa negaranya menentang semua pihak yang menggunakan isu itu untuk memicu keributan serta semua pihak yang mencoba untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri Cina. Liu sedang menjalani 11 tahun masa hukuman di penjara atas tuduhan menyerukan permintaan untuk transformasi demokrasi terhadap sistem satu partai China, dan istrinya telah mengirimkan pesan bahwa ia tengah menjalani masa tahanan rumah di Beijing, menurut laporan berita dan kelompok HAM.
Partai Komunis Cina yang berkuasa telah bereaksi keras terkait tekanan dalam pembatasan hak hukum dan politik warga negara, dan pemberian Hadiah Nobel terhadap pembangkang terkenal itu telah memicu komentar resmi dan keras di media Beijing. Sebuah tabloid populer 'The Global Times', corong Partai Komunis dalam tajuknya, Selasa, mengatakan komite Nobel yang hidup dalam kemewahan itu tidak memiliki hak untuk memberikan penilaian terhadap sistem hukum Cina.
"Ini bukan perselisihan mengenai demokrasi, tetapi hasutan bagi para pembangkang untuk merusak hukum China," tulis media itu. "Perang Dingin telah lama usai, tapi noda-nodanya masih tersisa di dalam hati banyak orang," demikian media tersebut.