REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Koalisi anti Korupsi Ayat Rokok (Kakar), Hakim S Pohan, menilai kasus dugaan korupsi ayat rokok tidak dapat dihentikan sebelum adanya pemeriksaan terhadap terlapor. Pasalnya, mungkin saja terdapat pengakuan ketika terlapor tersebut diperiksa.
"Harus diperiksa dulu. Kalau dia mengaku menghilangkan mau bilang apa mereka,"tutur Hakim saat dihubungi republika, Selasa (19/10). Hakim pun mengaku dirinya sudah menulis surat kepada Bareskrim Mabes Polri perihal dikeluarkannya SP3 tersebut.
Lebih lanjut, Hakim mengatakan sudah terdapat bukti berupa nota bahwa Ribka telah menghilangkan satu dari tiga ayat dalam pasal 113 RUU Kesehatan tanpa adanya mekanisme panitia khusus dan langsung ke Ketua DPR. Menurut Hakim, hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap tata tertib DPR dan konstitusi. "Bisa dikatakan pengkhianatan kepada negara,"ujarnya.
Ribka Tjiptaning sendiri dilaporkan bersama dengan dua orang lainnya yaitu eks Wakil Ketua Komisi IX DPR Asiyah Salekan dan eks Wakil Ketua Komisi IX DPR dr Maryani A Baramuli. Ketiganya dilaporkan Koalisi anti Korupsi Ayat Rokok (Kakar) atas dugaan pelanggaran terhadap pasal 263 KUHP dan 266 KUHP.
Akan tetapi, penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus tersebut. SP3 dikeluarkan tanpa adanya pemeriksaan terhadap terlapor.