REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sekretaris Departemen Pemajuan dan Perlindungan HAM Partai Demokrat, Rachland Nashidik, juga menolak bila Soeharto mendapatkan gelar pahlawan nasional. "Soeharto tidak layak diberikan gelar pahlawan nasional karena kepemimpinannya yang otoriter," katanya.
Ia mengaku hanya dua nama yang layak diberiken gelar pahlawan nasional, yakni KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Dr Johannes Leimeina (Maluku). "Kedua tokoh ini tidak membeda-bedakan agama dan tidak pernah ada persoalan agama. Toleransinya cukup tinggi," katanya.
Lembaga Survei Indonesia (LSI), menyebutkan, gagasan untuk menjadikan mantan Presiden Soeharto sebagai Pahlawan Nasional bisa mencederai hati nurani rakyat. "Mayoritas masyarakat Indonesia masih mempunyai persepsi buruk atas sosok penguasa Orde Baru tersebut. Oleh karenanya, gagasan untuk mempahlawankan Soeharto sebaiknya ditolak," kata Direktur Eksekutif LSI, Dodi Ambardi saat merilis hasil surveinya tentang `Warisan Politik Soeharto`.
Ia menjelaskan, setelah Orde Baru tumbang, suara rakyat sangat negatif terhadap politik di bawah rezim Soeharto. Hal itu dapat dilihat dari 20 persen responden yang menganggap Orde Baru sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap krisis ekonomi 1998. Sementara responden yang menyalahkan Soeharto sebagai pribadi ada 18 persen, Golkar dua persen dan tidak tahu 46 persen.
"Tidak ada rakyat yang menilai positif politik di bawah Soeharto. Rakyat tidak memimpikan kembali ke cara-cara zaman Soeharto," katanya.
Mengenai pertanyaan 'seberapa demokratis pemerintahan di bawah Presiden Soeharto dulu', rata-rata responden juga menjawab tidak demokratis. Dalam rentang 1 (sama sekali tidak demokratis) dan 10 (sangat demokratis), nilai ratai-rata adalah 4,68 persen. "Rakyat juga menilai bahwa rezim Soeharto tidak demokratis dan karena itu rezim tersebut tak diinginkan rakyat," kata Dodi.
Sebelumnya, Kementerian Sosial mengajukan 10 nama tokoh yang telah diseleksi untuk memperoleh gelar pahlawan nasional kepada Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa. Ke 10 nama tersebut adalah mantan Gubernur DKI Ali Sadikin dari Jawa Barat, Habib Sayid Al Jufrie dari Sulawesi Tengah, mantan Presiden HM Soeharto dari Jawa Tengah, mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid dari Jawa Timur.
Andi Depu dari Sulawesi Barat, Johanes Leimena dari Maluku, Abraham Dimara dari Papua, Andi Makkasau dari Sulawesi Selatan, Pakubuwono X dari Jawa Tengah, dan Sanusi dari Jawa Barat.