REPUBLIKA.CO.ID,BAGHDAD--Mantan menteri luar negeri Irak di masa rejim Saddam Husein, Tariq Aziz, bisa saja selamat dari tiang gantungan yang sudah menantinya. Mantan tangan kanan Saddam yang telah divonis mati atas kejahatan kemanusiaan tatkala masih menjabat ini sejauh ini masih bisa bernafas.
Pasalnya, Presiden Irak Jalal Talabani menolak menandatangani surat perintah eksekusi terhadap mantan menlu yang kini telah berusia 74 tahun itu. Dalam sebuah wawancara dengan televisi Prancis, Talabani mengungkapkan alasan penolakannya itu. ''Saya bersimpati karena dia (Aziz) adalah seorang Kristen Irak dan juga seorang tua yang usianya sudah lebih dari 70 tahun,'' ujarnya.
Pengadilan Tinggi Irak menjatuhkan vonis mati bagi Aziz pada Oktober lalu karena terlibat dalam pembantaian terhadap pengikut Partai Islam di Irak selama pemerintahan Saddam. Sebelumnya Vatikan dan Rusia telah meminta Irak untuk tidak mengeksekusi hukuman mati tersebut dengan alasan kemanusiaan, yaitu usia dan masalah kesehatan.
Menurut Vatikan, pengampunan bagi Aziz akan membantu negara yang bertahun-tahun dikoyak perang itu menuju rekonsiliasi, perdamaian, dan keadilan. Aziz merupakan seorang penganut Kristen yang dikenal banyak negara asing dan PBB sebelum kejatuhan rejim Saddam.
Pemerintah Amerika Serikat tidak ikut-ikutan meminta agar nyawa Aziz diselematkan. Pengamat menilai keputusan itu disebabkan Amerika juga yang membawa hukuman itu ke Irak. Negeri paman sam itu juga merasa tangannya tak sepenuhnya bersih.
Namun sejauh ini belum diketahui apakah pihak oposisi akan tetap meminta Talabani meneken surat perintah eksekusi itu. Pada 2006, Irak tetap mengeksekusi Saddam meski Talabani pada awalnya menolak menandatangani surat perintahnya. Apalagi, kekuasaan Presiden sekarang berbeda dengan waktu itu karena sejak terpilih kembali pekan lalu, kekuasaan dia sudah jauh berbeda.
Seorang pengacara terkemuka di Irak, memiliki pendapat berbeda. Menurutnya, eksekusi Aziz tak dapat dilakukan tanpa tanda tangan Talabani. ''Menurut konstitusi Irak, Presiden berhak meratifikasi hukuman mati sebelum dieksekusi,'' ujar Tariq Harb. ''Eksekusi tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan Presiden. Ini adalah perintah konstitusi.''