REPUBLIKA.CO.ID,KABUL--Bocornya dokumen WikiLeaks mengungkap penilaian Afghanistan atas Inggris yang dianggap gagal dalam menciptakan keamanan di Afghanistan dan mengambil hati masyarakat. Keterlibatan militer Inggris selama empat tahun di provinsi paling "sulit" di Afghanistan yakni Helmand telah menjadi bahan olok-olok Presiden Karzai, para petinggi di Afghanistan serta komandan AS.
Laporan yang dikirim dari kedubes AS di Kabul memberi nilai buruk pada keterlibatan Inggris. Padahal Inggris adalah salah satu pendukung paling setia misi AS di Afghanistan.
Kritik atas operasi militer Inggris di Helmand terutama pembicaraan soal gagalnya mereka menciptakan keamanan di wilayah Sangin, salah satu kota di provinsi tersebut. Di kota itu Inggris dinilai hanya bisa membangun pangkalan, namun tidak berani keluar dari situ dan menertibkan keamanan.
Gubernur Helmand, Gulab Mangal, menuturkan pada tim dari AS yang dipimpin wakil presiden Joe Biden, pada Januari 2009 menyatakan, mereka membutuhkan tentara Amerika di Sangin. Dalam dokumen laporan pertemuan itu disebutkan, tentara Inggris di Sangin tidak bertindak tepat dan tidak mampu menguasai pusat kota.
Demikian terungkap dalam sebuah kawat diplomatik yang dikirim dari kedutaan AS di Kabul. "Saya tidak membenci mereka (tentara Inggris), tapi mereka harus keluar dari pangkalan mereka dan menemui orang-orang," ucap Mangal dalam laporan itu. Padahal Mangal adalah gubernur yang direstui Inggris memimpin wilayah itu.
Mangal mengungkapkan bahwa ia telah menyatakan pada tentara Inggris, berhenti menyebut wilayah itu distrik Sangin, karena mereka hanya mampu membuat pangkalan di sana, dan tidak mampu berbuat apa-apa. Tak mampu menstabilkan keamanan dan tidak berusaha mendekati masyarakat di sana.
Menurut dia, masalahnya bukan karena kurangnya tentara. Bahkan jika jumlah mereka ribuan, sambung Mangal, tentara Inggris harus mengubah rencana mereka dan mengubah fokus mereka, lebih dekat ke masyarakat.
Pada saat tentara Inggris tak dapat berbuat apa-apa karena menunggu penambahan tentara AS, laporan diplomatik menyebutkan bahwa upaya Inggris di Helman hanyalah melihat dan menunggu. Di tengah spekulasi tentara AS bersiap pergi, mereka dinilai tidak melakukan apapun untuk memperbaiki sitausi keamanan yang memburuk di Sangin.
Karzai saat berbicara dengan pejabat AS di Afghanistan memeprtanyakan mengapa kondisi keamanan di Helmand semakin parah sejak tentara asing datang di tahun 2006. Kawat diplomatik yang dikirim dari kedutaan AS ini memang memuji-muji tentara AS.
Disebutkan bahwa usai AS menyerbu Afghanistan tahun 2001 dan 14 kesatuan khusus AS datang dan helmand relatif aman. Namun liam tahun kemudian ada 4.000 tentara Inggris di Helmand dan orang-orang tidak dapat tenang.
Pada beberapa kesempatan Karzai dilaporkan berselisih dengan militer AS. Saat itu Karzai menyalahkan pendekatan yang diambil militer Inggris yang mengesampingkan peran para tetua-tetua setempat di Helmand dalam membantu menciptakan perdamaian. Mereka juga dinilai berbuat kesalahan karena menunjuk penyelundup obat terlarang sebagai gubernur di Helmand.
Dalam pertemuan lain dengan pejabat AS, Rangin Spanta yang kemudian menjadi menlu Afghanistan menggambarkan kekecewaan bahwa ada perintah menambah 2.000 tentara Inggris ke Helmand. Spanta menilai Ingris tidak siap untuk perang seperti tentara AS.
Saat ini jumlah pasukan Inggris di Afghanistan berjumlah 10 ribu orang dengan menelan biaya 5 miliar pondsterling per tahun. Pejabat AS kedapatan khawatir bahwa Inggris diberi porsi tanggungjawab lebih besar ketimbang yang mereka bisa kerjakan. Apalagi mereka ditempatkan di wilayah yang paling bermasalah di Afghanistan.
Pejabat Afghanistan membandingkan kondisi di Sangin dengan di Garmsir, kota lain di Provinsi Helmand dimana kondisi keamanannya relatif stabil. Penanggung jawab keamanan Garmisr adalah Agkatan Laut AS.
Operasi militer Inggris juga dikritik oleh Dan McNeill, mantan pimpinan pasukan NATO 2007-2008. McNeill menyoroti kegagalan Inggris mengatasi penyelundupan obat terlarang di Helmand. Menurutnya, taktik Inggris salah dan perjanjian gencatan senjata dengan kelompok Taliban di kota Musa Qala pada 2006 adalah keputusan yang salah.
Kedubes AS menilai PM Inggris Gordon Brown ingin benar-benar sejalan dengan AS saat kami meluncurkan strateg kami atas Afghanistan.[Gordon] Brown ingin menghindari hilangnya dukungan politik yang tak terelakkan akan terjadi dari media dan kaum Konservatif.