Ahad 12 Dec 2010 01:44 WIB

Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Pembatasan Subsidi BBM

Rep: m ikhsan shidiqie/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Rencana pemerintah untuk membatasi subsidi BBM bagi mobil pribadi mulai 2011 nanti dianggap belum siap. Oleh karenanya, pemerintah diminta untuk meninjau kembali rencana itu. Pembatasan BBM baru bisa dilakukan jika infrastrukturnya tersedia dan transportasi publik bagi masyarakat berjalan baik.

Hal itu menjadi 'benang merah' dalam diskusi bertajuk 'Pembatasan BBM Bersubsidi' di Warung Daun, Sabtu (11/12). Pembicara dalam diskusi itu adalah pengamat ekonomi LIPI Latif Adam, Wakil Direktur ReforMiner Institute Komaidi, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon.

"Sebaiknya pemerintah meninjau kembali rencana itu, paling tidak jangan 2011 ini," kata Latif menegaskan. Dia mengatakan, langkah paling vital yang harus disiapkan pemerintah adalah menjaga pasokan pertamax yang akan diserbu oleh pengguna mobil pribadi. Latif tidak ingin kekurangan sebanyak empat juta kiloliter malah dipenuhi dari mekanisme impor.

Latif melansir sebuah penelitian dengan sampel 160 warga Jakarta, tingkat kepercayaan masyarakat kepada produk Pertamax masih rendah dibanding produk serupa yang dikeluarkan perusahaan asing, seperti Sheel. "Kepercayaan masyarakat kepada Pertamax masih rendah," kata dia. Hal itu harus dibenahi terlebih dahulu oleh Pertamina.

Tulus Abadi juga menilai banyak ekses negatif akibat pembatasan subsidi BBM, salah satunya penyelundupan. "Saya membayangkan ketika nanti diterapkan bahwa hanya kendaraan umum yang bisa menggunakan Premium, nanti justru kendaraan umum akan lebih senang mengisi bahan bakar Premium, kemudian ditimbun di rumahnya, dijual ke pribadi-pribadi apakah motor atau roda empat," ujarnya.

Dia mengatakan, pemerintah mencabut Premium itu juga sesuatu yang tidak tepat karena banyak sekali kendaraan yang secara spesifikasi itu memang hanya bisa diberikan pasokan Premium, bukan Pertamax. "Jadi, saya kira sangat berbahaya bagi pemerintah untuk mencabut Premium kendaraan pribadi. tapi yang harus dilakukan bagaimana instrumen harga tetap diberikan kepada Premium," katanya.

Kemungkinan adanya pasar gelap Premium nantinya akan sulit diawasi, seperti halnya penimbunan Elpiji. "Sulit sekali, sebagaimana penimbunan pengoplosan di Elpiji itu kan pemerintah gagal total di dalam mengawasi itu, sehingga terjadi ledakan di berbagai tempat," kata Tulus. Dia mengatakan, justru kendaraan dinas pejabat pemerintah terlebih dahulu yang pakai Pertamax atau bahkan gas.

Komaidi lebih menyoroti kesiapan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang dimiliki Pertamina. "Di Jakarta saja masih ada SPBU yang belum siap untuk menyalurkan Pertamax," kata dia. Pembangunan infrastruktur ini membutuhkan waktu paling lama satu tahun, sehingga rencana pemberlakuan pembatasan subsidi BBM pada awal 2011 merupakan suatu hal yang sulit.

Effendi Simbolon mengaku, pihaknya belum mendapat pemberitahuan resmi dari pemerintah terkati rencana itu. "Kalau pemerintah masih menganggap kami lembaga negara, seharusnya memberitahu. Tapi kalau tidak lagi menganggap kami sebagai lembaga negara, ya monggo jalan saja," kata dia. Effendi mengatakan, DPR akan memanggil pihak terkait di pemerintah untuk melakukan rapat di DPR pada Senin (12/12).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement