REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mempertanyakan mengapa dirinya dilarang memberikan pernyataan soal materi draf Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta yakni terkait dengan suksesi gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. "Pak Taufiq (Taufiq Kiemas) meminta saya tidak bicara lagi soal materi RUU (Rancangan Undang-Undang) Keistimewaan Yogyakarta," kata Gamawan Fauzi di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.
Menurut Gamawan, dirinya menjelaskan materi dari RUU Keistimewaan Yogyakarta agar semua orang tahu mengenai apa dan bagaimana sebenarnya materi soal suksesi gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang diusulkan pemerintah. Kalau ada aspirasi yang berkembang dari masyarakat Yogyakarta atau elemen masyarakat lainnya, kata dia, pemerintah menghargai aspirasi tersebut.
"Kalau ada perbedaan pendapat antara pemerintah dan masyarakat Yogyakarta dan elemen masyarakat lainnya itu merupakan bagian dari demokrasi, tapi kenapa saya dilarang bicara," kata Gamawan.
Menurut dia, pemerintah memiliki konsep soal suksesi gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang disampaikan dalam draf RUU Keistimewaan Yogyakarta.
Dalam draf tersebut, kata dia, pemerintah mengusulkan agar gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dipilih oleh anggota DPRD setempat, sedangkan masyarakat Yogyakarta menginginkan agar Sultan Hamengku Buwono secara otomatis ditetapkan sebagai gubernur.
Draf RUU Keistimewaan Yogyakarta itu, kata dia, akan dibahas secara resmi di DPR RI setelah diserahkan dari pemerintah kepada DPR. "Apa pun yang diputuskan DPR RI, pemerintah akan menerimanya," kata dia.
Namun sebelum draf RUU Keistimewaan Yogyakarta itu diserahkan ke DPR RI, menurut Gamawan, dirinya memberikan penjelasan agar masyarakat mengetahui konsep yang disampaikan pemerintah.
Namun, kata dia, kenapa ada pihak-pihaknya yang melarangnya bicara. "Kalau saya dilarang bicara tapi orang lain boleh bicara, itu tidak adil," katanya.