REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa mantan menteri dalam negeri (mendagri) Gamawan Fauzi terkait kasus KTP elektronik. Seusai pemeriksaan, Gamawan mengaku tidak mengenal para tersangka dalam kasus tersebut.
"Ditanya pernah ketemu nggak? Sejak sebelum tender pun sampai sekarang nggak pernah ketemu saya," kata Gamawan Fauzi seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu (29/6/2022).
Gamawan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tanos. Gamawan juga mengaku tidak mengenal atau bahkan berkomunikasi dengan tersangka dimaksud kepada penyidik KPK.
Dia juga mengaku tidak mengetahui sama sekali terkait bagi-bagi uang suap terhadap para anggota DPR RI berkenaan dengan kasus tersebut. Gamawan mengaku dikonfirmasi tiga pertanyaan oleh penyidik KPK.
"Nggak tahu saya, itu urusan dia. Cuma tadi saya ditanya pernah ketemu Paulus? Nggak pernah, dari sebelum KTP ini nggak pernah ketemu saya," katanya.
Dalam pemeriksaan itu, Gamawan mengaku juga dikonfirmasi terkait hubungannya dengan tersangka Miryam S Hariyani. Dia mengatakan, penyidik menanyakan perkenalan dengan anggota DPR RI 2014-2019 itu.
"Yang baru cuma tiga. menanyakan kenal, pernah ketemu atau enggak, ada komunikasi nggak. Itu saja," katanya.
Gamawan diperiksa sekitar empat jam oleh penyidik KPK. Dia tiba sekira pukul 10.11 WIB dan keluar Gedung Merah Putih sekitar pukul 14.00 WIB. Mantan gubernur Sumatra Barat itu tiba mengenakan kemeja hitam lengan pendek, memakai masker dan kacamata.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan empat tersangka baru terkait perkara tersebut pada Agustus 2019 lalu. Mereka adalah mantan anggota DPR, Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi.
KPK juga menetapkan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tanos. Namun tersangka dimaksud masih berstatus buronan KPK yang diyakini saat ini berada di Singapura. Adapun, perusahaan yang dipimpin Tanos diduga memperkaya diri sendiri hingga Rp 145,85 miliar. Secara keseluruhan, perkara korupsi pengadaan e-KTP ini telah merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun jika merujuk laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kasus ini juga menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto serta dua mantan pejabat kemendagri, Irman dan Sugiharto; pengusaha Made Oka Masagung serta mantan direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Kemudian pengusaha Andi Naragong dan Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudiharjo. Semuanya telah diproses di persidangan dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan melakukan tindak pidana korupsi.