REPUBLIKA.CO.ID, KABUL--Sebuah peta rahasia Perserikatan Bangsa Bangsa dengan jelas menunjukkan penurunan kondisi keamanan di sebagian wilayah Afghanistan sepanjang tahun ini, walaupun Gedung Putih mengklaim strateginya berjalan baik, menurut laporan Wall Street Journal pada Senin (27/12).
Harian itu membandingkan dua peta PBB. Satu peta menunjukkan situasi awal musim pertempuran tahun ini pada bulan Maret lalu dan satunya lagi menjelang akhir Oktober.
Peta itu menunjukkan situasi di wilayah selatan -- yang menjadi medan pertempuran paling sengit antara pasukan koalisi pimpinan AS dan Taliban -- tetap berada dalam status "beresiko sangat tinggi". Situasi juga memburuk di 16 distrik di wilayah utara dan timur, menurut harian itu.
Presiden Barack Obama merilis ulasan strategi perangnya pada awal bulan ini, setahun setelah memerintahkan penambahan 30.000 pasukan tambahan ke pertempuran. Evaluasi itu sebagai persiapan melakukan penyerahan penanganan keamanan kepada pasukan Afghanistan pada 2014.
Obama menggambarkan strategi tersebut telah berjalan sesuai jalurnya. Namun ia tetap mengingatkan hasilnya masih tergolong rapuh.
Sebuah penarikan pasukan terbatas akan dimulai pada Juli 2011. Terdapat sekitar 140.000 tentara yang tergabung dalam pasukan koalisi NATO-AS di Afghanistan, yang sepertiganya berasal dari Amerika Serikat, memerangi gerilyawan Taliban selama sembilan tahun.
Wall Street Journal menuliskan bahwa peta bulan Oktober tersebut menunjukkan adanya peningkatan status dari 16 distrik di utara dan timur Afghanistan menjadi "beresiko tinggi" dari status sebelumnya yang cenderung lebih aman. Harian itu juga menambahkan bahwa hanya terdapat dua distrik yang sebelumnya dianggap beresiko tinggi menjadi status yang lebih aman pada Oktober.
Para analis mengingatkan bahwa kekerasan yang terjadi di wilayah utara semakin memburuk meski gerilyawan Taliban sebenarnya bermarkas di wilayah selatan. PBB menggunakan peta tersebut untuk menilai tingkat keamanan perjalanan dan menjalankan serangkaian agenda di Afghanistan, kata Wall Street Journal. Seorang juru bicara PBB di Afghanistan ketika dihubungi AFP mengatakan ia belum melihat peta yang dimaksud.