REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Praktisi Hukum, Taufik Basari, meminta masyarakat tidak terjebak pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap kasus Gayus Tambunan. Gayus hanya divonis tujuh tahun dan denda Rp 300 juta.
"Dalam menyikapi putusan Gayus harus melihat secara komprehensif," ujar Taufik. Menurutnya, masyarakat mempunyai presepsi kasus di PN Jaksel ini adalah kasus Gayus yang besar yang melibatkan uang miliaran. Padahal, kasus yang disidangkan di PN Jaksel ini adalah kasus yang hanya melibatkan PT SAT dengan nilai Rp 500 juta.
"Artinya sejak awal dakwaan untuk kasus Gayus sudah dibonsai oleh kejaksaan. Pengakuan dia dalam BAP itu sebagaian besar disingkirkan yang melibatkan perusahan besar, tapi diambil yang kecil dan itu pun lemah," kata Taufik. Berdasarkan pengamatannya, dakwaan kasus Gayus di PN Jaksel itu lemah, nilainya kecil, peran Gayus di PT SAT tidak terlalu signifikan. Oleh karena itu, putusan 7 tahun dengan denda Rp 300 juta ini, dengan fakta kasus seperti itu, masih wajar.
Taufik berharap, masyarakat bisa melihat apa yang ada dibalik pembonsaian terhadap kasus Gayus itu. "Yang jadi masalah ini bukan proses persidangan dan putusan PN Jaksel ini. Tapi memang sejak awal masalahnya ada di proses penyidikan dan penuntutan," ujarnya.
Persidangan Gayus ini, katanya, bisa dikatakan telah direncanakan untuk gagal. Fakta yang diajukan oleh penyidik dan penuntut umum memang hanya menjurus pada kasus kecil saja. Sedangkan kasus Gayus yang nilainya miliaran justru disembunyikan.
Masyarakat harus tetap mengingat bahwa kasus Gayus telah melibatkan banyak pihak. Termasuk aparat penegak hukum. Oleh karena itu, untuk melihat kasus Gayus ini harus diperiksa aparat yang memeriksa kasus Gayus tersebut. "Kita harus periksa dari aparat penegak hukumnya untuk membongkar praktek dan niat menggagalkan kasus Gayus. Pelaku yang memungkinkan kasusnya gagal di persidangan bisa jadi aparat yang selama ini memeriksa kasus gayus," ungkap Taufik.