REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melansir standar baru upah layak jurnalis berdasarkan survei di 16 kota. Masih ditemukan gaji jurnalis di bawah upah minimum kota (UMK) setempat. Beragam tunjangan dan fasilitas sudah masuk dalam perhitungan upah layak versi AJI.
’’Upah rendah bisa membuat jurnalis terjebak menjadi pragmatis, tidak independen, dan rentan terhadap suap,’’ kata Ketua Umum AJI Nezar Patria, Kamis (20/1). Dia mengatakan peluncuran upah layak ini secara serentak merupakan upaya untuk meningkatkan profesionalisme jurnalis yang kerap terbentur dengan kesejahteraan yang tidak layak.
AJI menggelar survei di 16 kota pada Desember 2010 hingga pertengahan Januari 2011. Ke-16 kota tersebut adalah Jakarta, Surabaya, Kediri, Semarang, Yogyakarta, Medan, Bandar Lampung, Pontianak, Batam, Pekanbaru, Makassar, Kendari, Palu, Denpasar, Kupang, dan Jayapura.
Dari survei tersebut didapatkan data upah layak jurnalis berkisar Rp 2,15 juta hingga Rp 6,414 juta. Rinciannya, upah layak untuk Jakarta adalah Rp 4,748 juta, Surabaya Rp 3,864 juta, Kediri Rp 2,836 juta, dan Semarang Rp 3,240 juta.
Sementara upah layak untuk jurnalis di Yogyakarta Rp 3,147 juta, Medan Rp 3,816 juta, Bandar Lampung Rp 2,568 juta, dan Pontianak Rp 3,526 juta. Adapun upah layak wartawan Batam adalah Rp 4,243 juta, Pekanbaru Rp 3,604 juta, Makassar Rp 4,037 juta, Kendari Rp 2,972 juta. Lalu Palu Rp Rp 2,150 juta, Denpasar Rp 3,894 juta, Kupang Rp 3,929 juta, dan Jayapura Rp 6,414 juta.
Nezar mengatakan AJI menemukan dalam survei tersebut, upah di kota besar atau yang memiliki tingkat harga kebutuhan tinggi memperlihatkan tren meningkat. Misalnya di Jakarta, Denpasar, Batam, Jayapura, dan Kupang.
Selain meminta penerapan upah layak alias upah minimum, kata Nezar, AJI juga meminta perusahaan media menerapkan kenaikan upah reguler. Yaitu dengan memperhitungkan angka inflasi, prestasi kerja, jabatan, dan masa kerja.
Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia, Winuranto Adhi, mengatakan perusahaan media juga harus memberikan beragam jaminan. ’’Seperti asuransi keselamatan kerja, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan jaminan sosial bagi keluarganya,” kata dia.
Faktor yang menjadi pertimbangan dari upah layak ini, kata Nezar, adalah komponen dan harga kebutuhan hidup layak perubahan biaya hidup seiring kenaikan harga barang di pasar. ’’AJI menolak menggunakan standar UMK yang masih kerap digunakan perusahaan media sebagai patokan untuk menggaji jurnalisnya,’’ tegas dia.
Upah minimum AJI ini sudah memasukkan komponen kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan seperti transportasi, komunikasi, estetika, bacaan, rekreasi, hingga sosial kemasyarakatan, sudah masuk dalam perhitungan upah layak tersebut.
Fasilitas alat seperti komputer jinjing, dimasukkan pula AJI sebagai komponen yang harus bisa dicicil dua atau tiga tahun. AJI menilai alat tersebut bukan lagi barang mewah bagi jurnalis melainkan kebutuhan riil jurnalis untuk menunjang kinerja dan tuntutan kerja. Tabungan sepuluh persen dari gaji yang didapat, sudah diperhitungkan pula.
Survei yang digelar AJI juga mendapatkan bahwa masih ada media yang menggaji wartawannya lebih rendah dari UMK. Di Palu, masih ditemukan wartawan dengan gaji pokok Rp 500 ribu. Demikian juga di Medan, masih didapatkan gaji antara Rp 500-700 ribu. Temuan serupa diperoleh antara lain dari Semarang, Kediri, dan Kupang.