REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) khawatir hubungannya dengan Mesir akan terganggu apabila Ikhwanul Muslimin berkuasa. Selama pemerintahan Presiden Hosni Mubarak, hubungan antara AS dengan Mesir terjalin sangat erat. Sebaliknya, Ikhwanul Muslimin yang merupakan faksi Muslim sayap kanan Mesir dikenal anti-barat dan AS.
“Saya kira penting adanya penjelasan yang bisa mengecilkan segala kekhawatiran hubungan AS-Mesir akan terganggu apabila Ikhwanul Muslimin berkuasa,” ujar Presiden Barack Obama dalam sebuah wawancara dengan stasiun TV Fox di sela-sela laga Football di Super Bowl.
Secara eksplisit Obama menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin tidak akan mendapat dukungan luas dari masyarakat Mesir. Menurutnya, Ikhwanul Muslimin adalah satu dari sekian banyak faksi oposisi anti-pemerintah. Sehingga aksi besar massa yang menuntut turunnya Mubarak bukanlah representasi dari dukungan terhadap Ikhwanul Muslimin.
“Saya kira Ikhwanul Muslimin adalah salah satu faksi di Mesir. Mereka tidak memiliki dukungan mayoritas,” ucap Obama.
Walau telah menyatakan dukungannya pada aksi massa pro-demokrasi, Obama belum mau memberi desakan pada Mubarak untuk mundur. Pria yang pernah menggelar pidato terbuka di Universitas Al Azhar Mesir ini mengaku tidak bisa memprediksi apakah tuntutan mundur akan didengar Mubarak. “Hanya dialah (Mubarak) yang tahu apa yang akan dilakukan,” tambahnya.
Bila AS terkesan enggan mendukung Ikhwanul Muslimin dalam pemerintahan Mesir mendatang, sikap berbeda diterapkan pada kalangan militer. AS secara terang-terangan mendukung militer mengambil langkah strategis untuk memulihkan kondisi Mesir. Tak hanya itu, negara adidaya ini mendukung munculnya Omar Suleiman sebagai suksesor Hosni Mubarak.
Suleiman yang berasal dari kalangan militer itu dinilai memiliki kapastitas sebagai pemimpin Mesir di masa transisi. Dukungan AS terhadap Suleiman tercermin dari sikap AS yang intensif menjalin komunikasi dengan mantan Kepala Intelejen Militer Mesir itu.