REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Guna mengatasi konflik yang terus terjadi antara penganut Ahmadiyah dengan masyarakat di berbagai daerah, pemerintah akan memberikan solusi terbaik yang salah satunya mendorong kelompok tersebut menjadi aliran kepercayaan. Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, diantara opsi tersebut adalah dengan melarang mengatasnamakan atau menggunakan simbol-simbol Islam dalam ibadah dan kegiatan-kegiatan lainnya.
"Jadi kalau sudah bukan Islam konsekuensinya termasuk didalamnya tidak mempergunakan Alquran sebagai kitab suci," tegas Suryadharma di Surabaya, Senin (7/2).
Menurutnya, keputusan tersebut diambil guna menghindari kesalahpahaman penganut aliran yang diajarkan Mirza Ahmad Ghulam tersebut dengan masyarakat tempat dimana mereka beribadah. "Disamping opsi-opsi lain tentunya, soal pembubaran juga termasuk, tapi semuanya masih dalam kajian pemerintah," imbuhnya.
Suryadharma menyatakan, pada intinya pemerintah akan mengevaluasi penerapan surat keputusan bersama (SKB) Tiga Menteri yang dikeluarkan sebagai jawaban untuk mengatasi persoalan konflik pengikut Ahmadiyah dengan masyarakat. Yang dievaluasi bukan drafnya melainkan implementasi di lapangan.
"Artinya, sejauh mana jamaah Ahmadiyah dan masyarakat menaati SKB itu. Dalam SKB ada larangan bagi jamaah Ahmadiyah untuk menyebarluaskan ajarannya yang menyerupai dengan ajaran Islam dan bagi masyarakat dilarang melakukan kekerasan," tegas Suryadharma.
Ia menekankan, tindakan kekerasan terhadap pihak manapun yang dilakukan siapapun tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. "Kekerasan itu tidak boleh."
Sedangkan, ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Lukman Syaifudin mengatakan terus mendorong pihak berwenang mengusut tuntas kejadian bentrokan Ahmadiyah dan warga Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Ahad (6/2). Lukman mendesak aparat keamanan untuk tidak hanya mengusut pelakunya, tapi juga termasuk penyebab awal peristiwa berdarah tersebut terjadi.
"Polisi sebagai pihak berwenang diharapkan memberikan informasi resmi soal kronologi kejadian ini, karena di publik sekarang berkembang informasi yang beragam tentang sebab musabab terjadinya peristiwa ini,” terangnya.