REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Kepala boleh panas, tapi hati tetap dingin. Inilah yang mengilhami beberapa seniman Mesir untuk menggelar pertunjukan di tengah-tengah massa demonstran di Tahrir Square yang pagi ini memasuki pekan ketiga.
Pertunjukkan musik tradisional Mesir digelar, mirip perayaan pernikahan. Beberapa demonstran maju dan menari. "Kita akan menang, Allahu Akbar!" teriak yang lain.
Di bagian lain, kelompok demonstran menggelar pertunjukan berbeda. Alat musik tunggal dimainkan pelan, dan seorang pria maju ke depan, membaca puisi. Di depannya, demonstran duduk sambil makan kudapan dan teh.
Sekilas, tak ada kesan kekerasan terjadi di lapangan luas itu pekan lalu dan Jumat pekan sebelumnya. Pertunjukan berjalan dengan sorak sorai demonstran, dan di sisi lain pembagian logistik - berupa makanan dan kudapan - dilakukan.
Seorang pedagang buah, menyediakan kertas A4 di dekat dagangannya. Ia meminta siapa saja untuk menuliskan apa saja. Dan jika berkenan, menempelkannya di gerobak dagangannya.
"Kami membuat siapa saja yang ada di sini bahagia," ujar Ashraf Gaber. Ia kemudian berteriak: "Ungkapkan apa yang ada di hati Anda semua."
Seorang maju, membacakan puisi yang dibuat secara kilat, dengan kertas A4 itu. "Mubarak, Anda hanyalah sepotong sepatu!" teriaknya.
Yang lain, menimpali dengan puisi buatan mereka. Riuh rendah.
Menulis puisi dan hafalan merupakan tradisi Arab populer, manifestasi kebanggaan dalam bahasa yang kaya dengan nuansa sejuta makna dan menyatukan orang dari latar belakang etnis yang berbeda. Di lapangan ini, mereka menjalin kebersamaan, tanpa melihat latar belakang etnis dan agama. Ketegangan akibat pemboman gereja di Alexandria, telah pergi entah kemana.
Mendadak, seorang pria paruh baya naik, merebut mikrofon, dan membaca puisinya. "Saya petani dengan seberkas gandum / saya memberikannya kepada orang-orang murah hati," bacanya.
Para pemuda bertepuk tangan. Gundukan batu, tak jauh dari "tuan"-nya. Begitu di luar lapangan ketegangan memuncak, mereka bergegas dengan "senjatanya" itu.
"Allahu Akbar! Sebentar lagi Mubarak tumbang!" teriakan itu kembali terdengar.