Jumat 18 Feb 2011 20:33 WIB

Revolusi Mesir dan Kebangkitan Arab

Rakyat Mesir larut dalam kegembiraan di Lapangan Tahrir
Foto: AP
Rakyat Mesir larut dalam kegembiraan di Lapangan Tahrir

REPUBLIKA.CO.ID,Kekuasaan otoriter selama ini menjadi faktor paling utama dari keterbelakangan Arab dan kekalahan mereka menghadapi peradaban barat.

Barat menyadari hal itu dengan terang dan mereka mendorong penguasa Arab untuk represif terhadap rakyatnya dan membangun badan keamanan yang kuat untuk menebar intimidasi dan ketakutan di dalam diri rakyatnya sehingga tidk bisa berfikir untuk bebas atau mewujudkan cita-cita besarnya.

Akibat ketakutan, rakyat hanya berfikir tentang diri mereka dan terfokus dalam mencari rizki keluarga mereka. Untuk memperoleh rizki itu, mereka melupakan makna-makna kemanusiaan yang indah dan kebutuhan spesial manusia sebagai makhluk Allah.

Barat mengejek keterbelakangan kita dan sikap menyerah kita, sementara mereka menyatakan bangga karena telah mewujudkan demokrasi dan kebebasan di negeri mereka. Hak barat untuk bangga atas kebebasan bila itu diwujudkan berdasarkan kepada penghormatan kepada hak-hak manusia dan demokrasi yang didasarkan kepada pengekangan (pembatasan) penguasa dan pemaksaan mereka agar menjalankan tugasnya untuk kepentingan rakyat.

Sudah normal barat menjadi maju karena bangsa yang bebas adalah bangsa yang mampu menciptakan kemajuan. Thomas Jeferson seorang nasionalis bijak pernah berkata, “Bangsa yang mengorbankan kebebasannya untuk mencari keamanan tidaklah layak mendapatkan keamanan dan kebebasan.”

Karenanya, barat mengekang institusi keamanan dan memaksanya agar bekerja melayani rakyat dan menghargai HAM. Namun pada saat yang sama, Amerika mendorong penguasa Arab yang otoriter untuk menciptakan badan keamanan yang kuat dan digunakannya untuk mengekang rakyatnya, melemahkan, menintimidasi dan menakutinya.

Diktator Mesir Hosni Mubarak adalah penguasa otoriter Arab terkuat dan paling banyak daftar kezhaliman dan represifnya terhadap rakyatnya.Ia mewarisi badan keamanan yang kuat dari pendahulunya yang otoriter dan diperkuat lagi. Kemudian Amerika menyuplai kepadanya segala macam peralatan khusus untuk menyiksa dan memaksa rakyatnya.

Meski dengan semua itu, rakyat Mesir bangkit dengan revolusinya untuk menegaskan bawha kebebasan adalah bagian dari kehidupan yang paling mahal. Bangsa yang berjuang demi kebebasan adalah bangsa yang mulia dan agung yang mampu membangun peradaban agung pula.

Kini mata bangsa Arab dan hatinya mengharapkan kepada bangsa Mesir yang merepresentasikan sebagai umat perindu kebebasan. Karenanya, keberhasilan revolusi Mesir adalah kemenangan setiap bangsa Arab yang ditindas oleh penguasa mereka yang otoriter.

Bangsa Arab akan bangkit dalam waktu dekat dari laut ke teluk untuk mengikuti bangsa Mesir untuk mengibarkan slogan “runtuhkan rezim penindas”. Kenapa?

Karena bangsa Mesir menyadari bahwa rezim kejam dan tertipu oleh dirinya serta otoriter adalah penyebab kemiskinan, keterbelakangan, latah, kekalahan peradaban. Jika berhasil meruntuhnya rezim dan mewujudkan kebebasan, maka mereka akan bisa membangun negara modern dan maju yang demokratis dan menghargai HAM dan harga diri warga negara.

Jika bisa menghargai kehormatan warga negara maka akan bisa berinovasi dan mengelolah tanah air dan membangun pabrik. Sebuah bangsa yang mampu mengalahkan penguasan otoriter maka ia mampu mengalahkah kolonialisme dan sikap latah serta mewujudkan kemandirian.

Maka revolusi Mesir adalah awal mula kebangkitan Arab yang utuh dan awal mula pergiliran peradaban Arab yang pasti akan datang, meski AS, Israel dan semua kekuatan penindas tidak suka. (Prof. Dr. Sulaiman Shalih)

sumber : info palestina
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement