REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi "a de charge" (saksi meringankan). Alasannya, karena tidak mengetahui perihal terpilihnya Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2004, kata Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum, HAM, dan Peraturan dan Perundang-undangan, Trimedya Panjaitan, di Jakarta, Senin.
"Bu Mega tidak tahu, dia tahu setelah (Miranda) terpilih, karena itu di ujung undangan KPK yang menyebutkan 'terkait dengan keputusan fraksi PDI Perjuangan memilih Miranda' kami melihat tidak ada relevansi dengan Bu Megawati karena di partai terlalu tinggi hirarkisnya sampai harus tahu fraksi memilih siapa," katanya.
Namun, ia mengatakan guna menghormati proses hukum yang dilakukan KPK dan untuk memenuhi permintaan dari dua tersangka kasus terkait maka Sekjen PDI Perjuangan Tahjo Kumolo yang kala pemilihan Miranda Goeltom menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 juga menjadi Ketua Fraksi PDI Perjuangan, ikut datang ke KPK menjadi saksi "a de charge".
Ia menjelaskan bahwa dalam diskusi di Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, pada Jumat (18/2) lalu pihaknya telah memutuskan bahwa Megawati tidak hadir. "Memang saksi 'a de charge' ini juga berkaitan dengan soal kerelaan orang yang dimintakan oleh tersangka jadi saksi yang meringankan mau atau tidak, dan untuk permintaan ini (Ibu Mega) tidak mau hadir karena tidak ada relevansinya".
Trimedya yang hadir bersama Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo sebagai utusan resmi partai tersebut, menjelaskan bahwa setelah menerima surat panggilan KPK untuk Megawati pada Kamis (17/2), pukul 15.00 WIB, DPP PDI Perjuangan melakukan rapat dan mempelajari surat panggilan tersebut.
Menurut dia, karena dalam persidangan terdahulu tidak ada persoalan yang sampai terkait dengan Megawati, termasuk dari para tersangka maupun saksi-saksi kasus dugaan suap untuk pemilihan Miranda Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, maka secara yuridis formal keinginan dua tersangka yakni Max Moein dan Poltak Sitorus tidak memenuhi syarat.
Sebagai mana diatur dalam Pasal 1 Butir 27 KUHAP, ia menjelaskan bahwa sebenarnya seorang saksi harus benar-benar mengetahui tentang terjadinya sebuah tindak pidana, apalagi jika tujuannya untuk meringankan tersangka. "Dengan begitu kami harap (pertemuan dengan KPK) tadi jelas (alasan) atas ketidakhadiran Bu Mega. Menurut kami pernyataan dari advocad Max Moein pun sudah melebar tidak sebatas masalah hukum tapi justru ke politik," ujar Trimedya.
Sementara itu, Sekjen PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo yang juga hadir di KPK mengatakan bahwa kehadiran mereka berdua merupakan resmi sebagai utusan partai dan telah diterima para pimpinan KPK, baik Busyro Muqoddas, Chandra M Hamsyah, dan Haryono Umar, serta beberapa Deputi KPK.
Ia menyayangkan bahwa pemanggilan sebagai saksi yang meringankan kepada Ketua Umum PDI Perjuangan ini tidak diawali dengan proses dimana seorang tersangka tidak menanyai langsung apakah bersedia untuk menjadi saksi "a de charge" bagi tersangka. "Itu belum dilakukan. Sesuai undang-undang memang penyidik hanya bertugas meneruskan kepada yang diundang," ujar Tjahjo.
PDI Perjuangan memahami bahwa KPK hanya menjalankan isi dari undang-undang memanggil Ketua Umum PDI Perjuangan sebagai saksi "a de charge" karena memang ada permintaan dari tersangka. Selain itu, KPK telah melayangkan surat tiga hari sebelum hari H pemanggilan. Namun sayangnya tidak ada permintaan atau pembicaraan terlebih dahulu dari peminta saksi "a de charge", dalam hal ini dua tersangka kasus terkait, Max Moein dan Poltak Sitorus.