REPUBLIKA.CO.ID,LIMA - Peru membekukan hubungan diplomatik dengan Libya, Selasa (22/2), sehingga menjadi negara pertama yang melakukan tindakan tegas tersebut. Sikap Peru ini sebagai bentuk protes terhadap penindasan pemimpin Libya, Moammar Gaddafi, terhadap demonstran.
"Peru membekukan semua hubungan diplomatik dengan Libya sampai kekerasan terhadap rakyat dihentikan," kata Presiden Peru, Alan Garcia, di dalam satu pernyataan pers resmi pemerintah. "Peru juga memprotes keras penindasan yang dilakukan oleh diktator Moammar Gaddafi terhadap rakyat yang menuntut pembaruan demokrasi guna mengubah pemerintah yang telah dipimpin selama 40 tahun oleh orang yang sama."
Kepala Komisi Hak Asasi Manusia PBB sebelumnya meminta pelanggaran berat hak asasi manusia oleh pemerintah Libya segera diakhiri. PBB memperingatkan serangan terhadap warga sipil dapat berarti kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Pemerintah Libya harus menghentikan dengan segera aksi kekerasan tidak sah terhadap demonstran itu," kata Komisaris Tinggi PBB Urusan Hak Asasi Manusia, Navi Pillay. ''Serangan meluas dan sistematis terhadap penduduk sipil mungkin akan menjadi sama dengan kejahatan terhadap kemanusiaan.'' Kepala HAM PBB itu mendesak dihentikannya kekerasan dan meminta dilakukannya penyelidikan internasional secara terpisah mengenai penindasan keras terhadap demonstrasi di Libya.
Sementara Gaddafi mengatakan ia akan menyuruh orang untuk melakukan "pembersihan" dari rumah ke rumah di Libya bila pengunjuk rasa yang turun ke jalan tidak menyerah. "Kami belum menggunakan kekerasan. Namun jika kami rasa perlu untuk melakukannya, maka kami akan melakukan hal itu," kata Gaddafi dalam pidato bernada tegas di televisi nasional Libya.
Gaddafi juga berikrar tetap berada di Libya sebagai pemimpin revolusi. Dia mengatakan akan mati sebagai "syahid" di tanah leluhurnya dan bertarung hingga titik darah penghabisan.