REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan Kamis (3/3) bahwa dirinya telah mengeluarkan perintah untuk merencanakanpengerahan tentara dengan kekuatan penuh, untuk menyerang Libya dalam tempo yang cepat, jika kondisi di negara Aferika utara itu tak kunjung kondusif. "Saya tidak ingin menggunakan kekerasan," tegasnya.
Dia mengungkapkan kondisi Libya dapat mengarah pada krisis kemanusian, atau "situasi di mana warga sipil yang tak berdaya menemukan diri mereka terjebak dan dalam bahaya," atau "jalan buntu dari waktu ke waktu yang berujung pada pertumpahan darah" jika pemimpin Libya Muammar Gaddafi terus menolak tuntutan internasional yang memintanya untuk mundur.
Gaddafi "telah kehilangan legitimasinnya untuk memimpin, dan dia harus meneinggalkan negerinya," tambah Obama lagi. Tetapi dalam pernyataannya yang pertama tentang Libya, pasca demonstrasi besar-besaran menentang kepemimpinan Gaddafi bentrokan antara para pendukungnya dengan massa aksi, Obama menekankan pentingnya AS bertindak, namun atas dasar kesepakatan masyarakat internasional.
"Daerah akan melihat dengan seksama untuk memastikan apakah berada di sisi kanan sejarah," kata Obama saat berada di Gedung putih dalam keterangan persnya saat menerima kungungan Presiden Meksiko Felipe Calderon. Sama seperti di Mesir dan Tunisia, Ia menjelaskan, kepentingan AS adalah memberikan yang terbaik, jika AS tidak dilihat secara negatif, yaitu selalu merekayasa atau memaksakan hasil tertentu.