Rabu 09 Mar 2011 01:00 WIB

'Islam Itu Tidak Radikal Kecuali Dipolitisasi'

Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Foto: LDII
Lembaga Dakwah Islam Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA- Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Abdullah Syam menegaskan bahwa Islam itu tidak radikal, kecuali politisasi agama yang berdampak radikalisme. "Islam itu tidak radikal, karena Rasulullah mengajarkan Islam melalui dakwah yang 'soft' (lembut)," katanya di depan 1.300 peserta Munas VII LDII di Surabaya, Selasa.

Menurut dia, LDII yang dilahirkan di Surabaya pada 1 Juli 1972 telah mencanangkan "green dakwah" untuk dakwah yang menyejukkan, tidak saling menyalahkan, dan mendorong Ukhuwah Islamiyah. "Green dakwah ada tujuh panduan yakni berpedoman Al Quran dan Hadits, mendorong kesalehan sosial, caranya santun dan tasammuh, mengutamakan kemaslahatan umat, berwawasan lingkungan, pola hidup sehat, dan kasih sayang," katanya.

Oleh karena itu, katanya, LDII ingin Munas yang substansial dalam Munas VII yang diikuti peserta dari 33 provinsi dan 491 kabupaten/kota se-Indonesia serta perwakilan sembilan negara itu di Surabaya (8-9/3). "Kami tidak akan mengutamakan pemilihan ketua umum, namun program substansial, seperti masalah lingkungan, sosial, kesehatan, dan sejenisnya," katanya.

Ia mencontohkan 49 pos kesehatan pesantren (poskestren) binaan LDII yang didukung pemerintah dengan bantuan dana senilai Rp56 juta per-poskestren. "Jadi, program kami mengarah upaya mencetak sumberdaya manusia profesional religius," katanya.

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Prof KH Umar Shihab dalam tausiah di depan peserta Munas VII LDII tampak memuji "green dakwah" yang dicanangkan LDII itu. "Saya mendukung 'green dakwah' itu karena hal itu akan meyakinkan orang bahwa LDII itu merupakan organisasi yang sesuai tuntunan Al Quran dan Hadits," katanya.

Tentang masa lalu LDII sebagai Lemkari di awal berdirinya, ia menilai masa lalu itu tidak akan dibawa sampai kiamat, karena orang yang keliru itu tidak akan selamanya keliru. "Yang penting, jangan besar-besarkan perbedaan pemahaman, karena hal itu sama dengan mencari-cari kesalahan. Cari persamaan, jangan cari perbedaan," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement