REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup menilai kajian solusi penanganan Lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jatim, pada 26 Mei 2006 lalu kurang mendalam. Hal itu dikarenakan penelitiannya hanya di berada permukaan.
"Selama empat tahun ini, kami mengevaluasi kajian yang dilakukan sejumlah ahli Lumpur Sidoarjo sulit mendeteksi bagian terdalam kandungan lumpur itu," kata Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Kementerian Lingkungan Hidup, MR Karliansyah, di Seminar Empat Tahun Lumpur Lapindo 'Pengelolaan LuSi dalam Perspektif Teknik dan Ilmu Kebumian', di Gedung Rektorat ITS Surabaya, Selasa (30/11).
Menurut dia, pengelolaan Lumpur Lapindo yang kini jumlah gelembungnya kian meningkat menjadi sekitar 180 gelembung, belum dapat meneliti sampai ke dasar lumpur tersebut. "Apalagi, semburan baik berukuran besar maupun kecil itu mengandung di antaranya lumpur, air, dan gas yang membahayakan lingkungan permukiman," ujarnya.
Kini, jelas dia, daerah yang terkena luapan lumpur semakin meluas dan diatasi dengan membangun tanggul penahan luapan lumpur. "Sampai sekarang, ketinggian tanggul sudah mencapai 12 meter," katanya menjelaskan.
Namun, tambah dia, banyak upaya seperti pembangunan tanggul penahan lumpur, pelaksanaan kajian sosial, ekonomi, dan kelembagaan dinilai kurang mengantisipasinya. "Perlu kajian mendalam yang bisa menggali kandungan apa saja di lumpur tersebut untuk mengatasinya," tuturnya lagi.
Untuk itu, ia menambahkan, bekerja sama dengan ITS dan menyeleksi sekitar 20 judul makalah sebagai upaya mengelola lumpur itu, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif baru bagi masyarakat. "Penyeleksian ini juga dilakukan seiring dibukanya studi baru di ITS yakni Ilmu Kebumian," katanya.