REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengelola makam Mbah Priok (Habib Hasan Alhadad) tak sependapat dengan temuan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mereka tak bisa menerima temuan MUI yang menyebut sebagian perilaku pengelola makam mengarah ke perbuatan syirik.
"Ini rekayasa-rekayasa agar pada akhirnya makam tidak ada di bekas tempat pemakaman umum (TPU) Dobo," kata kuasa hukum pengelola makam Mbah Priok, Yan Juanda Saputra, saat dihubungi Selasa (10/8). Menurut Yan, temuan MUI itu banyak mengungkap fakta-fakta yang tidak prinsipil, misalnya mengenai peziarah yang berkunjung ke makam harus jalan mundur.
Yan mengnanggap itu masalah teknis yang tak perlu diperdebatkan. "Mengenai sejarah lahir atau meninggal itu kan juga tidak penting diungkap. Apa gunanya, itu kan tidak prinsipil?" tanyanya.
Dia juga membantah adanya temuan MUI, bahwa peziarah yang membawa air ke makam Mbah Priok menyamakannya dengan air zamzam. Yan pun menyangkal temuan MUI yang menyatakan bahwa Mbah Priok tidak sempat menyampaikan dakwah Islam di Jakarta karena meninggal di kapal saat menuju Jakarta. "Mubaligh tempo dulu itu kan berdakwah dari daerah ke daerah lain. Jadi ia memang tidak langsung ke Jakarta tetapi sampai berdakwah di Jakarta," ungkapnya meyakinkan.
Yan khawatir ada sponsor di belakang MUI. Mestinya MUI tidak langsung mengambil kesimpulan dan apalagi menyatakan bahwa Jasad Mbah Priok sudah dipindah ke TPU Semper. Pemindahan makam dari bekas TPU Dobo ke TPU Semper tidak semuanya tetapi masih sebagian yang tidak ikut dipindah.
"Yang jelas ada makam yang tidak dipindah karena ahli warisnya tidak setuju, termasuk makam Syekh Hasan," jelas dia. Bahkan, dia mengaku hingga saat ini, tidak kurang dari 600 ahli waris belum dapat ganti rugi akibat pemindahan makam tahun 1997 itu.
Oleh karenanya, dia menganggap temuan MUI belum layak untuk diikuti, sebab banyak unsur kebohongan yang dinyatakan MUI. "Kalau dikatakan pihak ahli waris tidak pernah hadir saat diundang MUI, itu bohong. Mereka (MUI) malah yang tidak pernah mengundang kami," paparnya.